Salahuddin, Kasipenkum Kejati Sulselbar

Masa Penahanan Mantan Kepala BPN Maros Diperpanjang

Minggu, 16 April 2017 | 15:32 Wita - Editor: Irfan Wahab - Reporter: Risal Akbar - Go Cakrawala

Makassar, GoSulsel.com – Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan yang menangani perkara dugaan Mark Up dan salah bayar pada pembebasan lahan Bandara Sultan Hasanuddin memperpanjang penahanan mantan kepala Badan Pentanahan Nasional (BPN) Kabupaten Maros, A Nuzulia.

Perpanjangan penahanan tersebut juga berlaku untuk empat orang lainnya yang ditahan secara bersamaan dengan Nuzulia pada pertengahan bulan Maret lalu.

pt-vale-indonesia

Mereka yakni mantan Kepala BPN Wajo, Hijaz Zainuddin, kepala sub seksi pengaturan tanah pemerintah, Hamka, Kepala sub seksi pendaftaran Hartawan Tahir dan seorang juru ukur bernama Muchtar.

“Kami akan perpanjang penahanannya sampai 40 hari kedepannya,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Salahuddin, saat dihubungi Minggu (16/4/2017).

Menurutnya, perpanjangan penahanan dilakukan setelah masa awal penahanan selama 20 telah habis pada pekan lalu

Menurutnya, tim penyidik memang memiliki wewenang untuk memperpanjang lama penanganan seperti yang diatur pada Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP.

“Kami perpanjang untuk memperlancar proses penyidikan dan menunggu berkas perkaranya selesai,” tambahnya.

Kini A Nuzulia masih berstatus sebagai tahanan penyidik di Rumah Tahanan Klas 1 Kota Makassar dan empat lainnya kini masih berada di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Klas 1 A Kota Makasar.

Kelimanya ditahan didasarkan atas sejumlah poin diantaranya tupoksi yang tidak dijalankan sepenuhnya, peraturan penanahan yang diabaikan, tidak melakukan pengawasan dengan benar, serta penerbitan sejumlah dokumen pembayaran secara tiba-tiba.

Kepala BPN Maros diketahui berperan sebagai Panitia Pengadaan Tanah, dan empat yang lainnya terbagi atas tim Satgas A dan Tim Satgas B

Mereka disangkakan melanggar pasal 2  dan pasal 3 UURI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU RI Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor

Sementara acuan penahanan yang diambil penyidik yakni daftar nominatof yang tidak membedakan antara tanah negara dan bukan tanah negara. (*)