Pengamat Hukum Pidana, Prof Marwan Mas/Ist

Pengamat Hukum Pidana Sebut KPK Harus Jerat Pengusaha Terlibat Kasus NA

Minggu, 05 Desember 2021 | 18:12 Wita - Editor: Dilla Bahar - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Pengamat Hukum Pidana, Prof Marwan Mas menegaskan jika para aktor yang ikut disuap maupun menyuap dalam kasus Mantan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah (NA) harus ikut dijerat. Ia pun meminta agar KPK segera mengambil tindakan.

Nurdin Abdullah sendiri telah dihatuhi vonis 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan penjara di Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (29/11/21) lalu. Berikut juga membebankan biaya perkara sebesar Rp10 ribu.

pt-vale-indonesia

Menurut Marwan, dalam prinsipnya korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan secara bersama-sama. Sehingga, untuk membongkar semua jaringannya, harus diberantas sampai ke akar-akarnya.

“Nah, mana ini jaringan-jaringannya yang sudah terbukti dalam sidang pengadilan, seperti mantan pejabat di Pemprov Sulsel, mantan ajudannya (NA), sama oknum pengusaha, yang ternyata juga memberikan sesuatu, mereka bisa dijadikan tersangka juga, bisa ikut dijaring,” ujar Marwan.

Dosen Universitas Bosowa (Unibos) ini menjelaskan, alasan KPK belum menjerat mereka. Sebab, para aktor tersebut tidak ikut terjaring saat proses Oprasi Tangkap Tangan (OTT).

“Kenapa belum kena jaring, karena mereka tidak pas ikut OTT, tapi terjadinya semua ini adalah rangkaian dari seluruh pengusaha itu,” terangnya.

Apalagi, kata Marwan, dalam fakta putusan majelis hakim, terbukti ada tiga kelompok yang ikut terlibat. Pertama, pihak pengusaha, kedua mantan pejabat serta mantan ajudan Pemprov Sulsel, dan terakhir oknum pegawai BPK perwakilan Sulsel.

“Semuanya ini harus diungkap, kalau ini tidak diungkap bahaya, mereka bisa merasa aman dan akan terjadi lagi, akan ada lagi oknum-oknum yang merasa aman,” jelasnya.

Katanya, jika jaringan korupsi ini tidak diberantas hingga kebawah, maka kasus serupa bakal kembali terjadi. Itu dalam dua-tiga tahun kedepan.

“Tinggal mencari jejaringnya itu dan harus diterabas semua kalau tidak bahaya korupsi di Sulawesi Selatan, dua tiga tahun kemudian akan muncul lagi kasus serupa.
Jadi kita dukung KPK mengusut para aktor yang ikut menyuap dan disuap,” tutupnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Zaenal Abidin mengatakan, bakal menindaklanjuti nama-nama pengusaha yang terungkap di dalam persidangan. “Kami komitmen untuk menyelidiki nama-nama ini selanjutnya. Kami terbuka, teman-teman bisa mengikuti lebih lanjut ke depan ya,” ujar Zaenal di Pengadilan Negeri Makassar belum lama ini.

Diketahui, penerimaan gratifikasi Nurdin Abdullah seperti dalam dakwaan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu;

1. Nurdin pada sekitar pertengahan tahun 2020 menerima uang sejumlah Rp 1 miliar dari Robert Wijoyo (Kontraktor/Pemilik PT Gangking Raya dan CV Michella) melalui Syamsul Bahri selaku ajudan yang diterima di pinggir Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Makassar;

2. Nurdin pada tanggal 18 Desember 2020 menerima uang sejumlah Rp 1 miliar dari Nuwardi Bin Pakki alias H. Momo (Kontraktor/Pemilik PT Mega Bintang Utama dan PT Bumi Ambalat) melalui Sari Pudjiastuti selaku Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Provinsi Sulawesi Selatan yang diterima di Syahira Homestay samping RS. Awal Bros Jl. Urip Sumoharjo Kota Makassar.

3. Nurdin pada bulan Januari 2021 menerima uang sejumlah SGD 200 ribu dari Nuwardi alias Momo melalui Syamsul Bahri di rumah Syamsul Bahri di Jl. Faisal No. A.7 Banta-Bantaeng Kota Makassar;

4. Nurdin pada bulan Februari 2021 menerima uang sejumlah Rp 2,2 miliar dari Fery Tanriady (Kontraktor/Komisaris Utama PT Karya Pare Sejahtera) melalui Syamsul Bahri yang diterima di Rumah Fery Tanriady di Jl. Boulevard 1 No.9 Kota Makassar;

5. Nurdin pada bulan Februari 2021 menerima uang sejumlah Rp 1 miliar dari Haeruddin (Kontraktor/Pemilik PT Lompulle) melalui Syamsul Bahri yang diterima di rumah Haeruddin di Perumahan The Mutiara Jl. A.P Pettarani Kota Makassar;

6. Nurdin pada bulan Desember 2020 sampai dengan Februari 2021 untuk kepentingannya menerima uang dengan jumlah total Rp 1 miliar dari beberapa pihak di rekening Bank Sulselbar atas nama Pengurus Mesjid Kawasan Kebun Raya Pucak, dengan perincian:

a. pada tanggal 1 Desember 2020 sebesar Rp 100 juta dari Petrus Yalim (Kontraktor/Direktur PT. Putra Jaya),

b. pada tanggal 3 Desember 2020 sebesar Rp 100 juta dari Thiawudy Wikarso (Kontraktor/Pemilik PT. Tris Star Mandiri dan PT Tiga Bintang Griya Sarana),

c. pada tanggal 3 Desember 2020 sebesar Rp 100 juta dari Riski Anreani (Sekretaris Direktur Utama Bank Sulselbar) yang uangnya berasal dari Syamsul Bahri,

d. pada tanggal 8 Desember 2020 sebesar Rp 400 juta dari Direksi PT. Bank Sulselbar yang uangnya berasal dari Dana CSR Bank Sulselbar,

e. pada tanggal 26 Februari 2021 sebesar Rp 300 juta dari Rekening Sulsel Peduli Bencana di nomor rekening Bank Mandiri 1740099959991 an. Sulsel Peduli Bencana yang dipindahkan dananya melalui RTGS oleh Muhammad Ardi selaku Kepala Cabang Bank Mandiri Cabang Makassar Panakkukang.

7. Nurdin pada bulan April 2020 sampai dengan Februari 2021 untuk kepentingannya menerima uang dengan jumlah total Rp 387.600.000 dari Kwan Sakti Rudy Moha (Kontraktor/Direktur CV Mimbar Karya Utama) melalui transfer ke beberapa rekening atas permintaan Nurdin. (*)


BACA JUGA