Terima Kunker Wabup Majene, BKKBN Sulsel Bagikan Startegi Penanganan Stunting

Sabtu, 04 Februari 2023 | 17:28 Wita - Editor: Andi Nita Purnama - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Wakil Bupati (Wabup) Majene, Sulawesi Barat (Sulbar), Arismunandar Kalma beserta rombongan lakukan kunjungan kerja ke Perwakilan BKKBN Sulawesi Selatan (Sulsel). Pertemuan berlangsung di Ruang Pola Kantor BKKBN Sulsel, Jumat (03/02/2023).

Arismunandar mengatakan kunjungan rombongan ke BKKBN Sulsel dalam rangka studi kaji terkait strategi penanganan stunting. Mengingat Sulsel merupakan salah satu provinsi yang berhasil menurunkan angka Stunting.

“Kami berharap ada arahan dan masukan dari BKKBN Sulawesi Selatan terkait strategi penanganan stunting, sehingga stunting ini bisa diturunkan di Kabupaten Majene,” harapnya.

Berdasarkan data hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 yang di release oleh Kementerian Kesehatan, angka stunting di Kabupaten Majene mengalami kenaikan hingga ke angka 40,6 persen. Di mana sebelumnya 35,7 di tahun 2021.

“Pemerintah Kabupaten Majene telah berupaya maksimal bersama seluruh jajaran menekan angka Stunting, namum belum maksimal menurunkan stunting, sehingga perlu dilakukan kajian dan analisa khususnya ke daerah-daerah yang berhasil menurunkan angka stunting, sehingga strategi yang diperoleh dapat dipadukan dengan yang ada Kabupaten Majene,” ujar Arismunandar.

Untuk tahun 2022 kata Arismunandar, Pemkab Majene telah melakukan kerjasama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas). Keduanya melakukan kajian-kajian menurunkan angka stunting di 21 lokus yang menjadi sasaran intervensi penanganan stunting di Majene.

“Kita juga telah bekerjasama dengan TNI dalam mengatasi stunting lewat Program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) untuk memberikan pendampingan kepada semua keluarga yang terindikasi atau berisiko stunting,” ucap Arismunandar.

Deputi Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan (Lalitbang) BKKBN RI, Prof Muh. Rizal Martua Damanik turut hadir dalam kesempatan itu. Ia mengatakan stunting disebabkan oleh multi faktor sehingga intervensinya juga harus melibatkan multi sektor melalui kerja kolaboratif dan berkesinambungan, baik yang berkenan dengan faktor sensitif maupun spesifik.

“Intervensi yang dilakukan meliputi intervensi spesifik yaitu bagaimana meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan sasaran termasuk remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan anak dibawah 2 tahun dan pemberian tablet tambah darah, yang kedua yaitu intervensi sensitif berkaitan dengan penyediaan sanitasi yang baik, perubahan perilaku dan praktik pengasuhan anak,” ujar Prof Rizal.

“Untuk menurunkan stunting, 30 persen bergantung kepada intervensi spesifik dan 70 persen bergantung kepada intervensi sensitif, sehingga perlu penguatan dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) kader pendamping keluarga dalam memberikan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat,” tambahnya.

Prof. Rizal menyampaikan berdasarkan data SSGI dari Kementerian Kesehatan angka Stunting Indonesia turun dari angka 24,4 persen tahun 2021 menjadi 21,6 persen di tahun 2022. “Meski demikian angka ini masih diatas batas toleransi yang ditetapkan oleh WHO sebesar 20 persen setiap negara,” lanjutnya.

Untuk mencegah stunting, lanjut Prof Rizal pemenuhan gizi di 1000 hari pertama kehidupan sangat penting. Salah satunya dengan memanfaatkan pangan lokal untuk memenuh kebutuhan gizi ibu dan anak.

“Sangat tidak pantas jika stunting terjadi di negara kita yang kaya dengan sumber daya alam, jadi ada yang salah dengan pola asuh di masyarakat kita, perlu dilakukan edukasi pada masyarakat bagaimana pola asuh yang benar, bagaimana memanfaatkan dan mengolah pangan lokal menjadi sumber gizi yang baik bagi ibu dan anak,” kata Prof Rizal

Dalam kesempatan itu, Kepala Perwakilan BKKBN Sulsel, Andi Ritamariani, mengatakan dalam implementasi Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dan turunannya Peraturan Kepala BKKBN Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting, BKKBN Sulsel didukung dengan adanya Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 19 Tahun 2022 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

“Strategi terpenting yang perlu dilakukan dalam mengawal penanganan stunting ini adalah bagaimana memperkuat komitmen bersama, Alhamdulillah Sulsel merupakan salah satu provinsi tercepat dalam pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting atau TPPS mulai dari tingkat provinsi, kabupaten kota, kecamatan hingga desa kelurahan, kita semuanya sudah terbentuk 100 persen,” ujar Andi Rita

Dalam upaya memperkuat konvergensi percepatan penurunan stunting, lanjut Andi Rita, BKKBN Sulsel telah melakukan penandatanganan komitmen bersama percepatan penurunan stunting bersama ketua TPPS se-Sulsel.

“Selain itu kita juga telah melakukan rapat koordiansi teknis percepatan penurunan stunting dengan mengundang TPPS Provinsi dan Kabupaten/Kota, dilanjutkan penguatan KIE percepatan penurunan stunting kepada 311 Camat se Sulawesi Selatan, Mitra TNI, Kepala KUA, organisasi wanita dan profesi, Penyuluh KB serta unsur media,” ujar Andi Rita.

Andi Rita menambahkan untuk melakukan pendampingan kepada keluarga berisiko stunting, BKKBN Sulsel telah membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) sebanyak 6.682 Tim atau sebanyak 20.046 orang terdiri dari Bidan, Kader PKK dan Kader KB.(*)


BACA JUGA