
Pemkot Makassar Hentikan Laskar Pelangi, 512 Jabatan Disiapkan untuk PJLP
MAKASSAR, GOSULSEL.COM—Program Laskar Pelangi yang selama ini berjalan di Kota Makassar dipastikan akan berakhir pada 1 Oktober 2025. Pemerintah kota menyiapkan pola baru melalui skema Pengadaan Jasa Lainnya Perorangan (PJLP), yang dianggap lebih sesuai dengan regulasi pengadaan barang dan jasa.
Sekretaris Daerah Kota Makassar, Zulkifli Nanda, mengungkapkan bahwa transisi ini sedang digodok melalui rapat lintas SKPD bersama BPKAD, BKD, Bappeda, hingga Bagian Organisasi dan Keuangan. Ia menegaskan proses peralihan tidak boleh terlambat. “Kalau ada jeda waktu, bisa berdampak pada gaji bulan berikutnya. Karena itu proses PJLP harus segera ditindaklanjuti,” tegasnya.
Berdasarkan hasil evaluasi, ada 263 tenaga Laskar Pelangi yang tidak lagi mendapat penempatan. Alasannya beragam, mulai dari tidak mengikuti ujian, tidak memenuhi syarat, hingga tidak diusulkan oleh SKPD terkait. “Ada juga yang lulus CPNS, otomatis tidak kita lanjutkan,” jelas Zulkifli pada Selasa, 23 September 2025.
Sementara itu, pemerintah telah mengidentifikasi kebutuhan 512 jabatan yang akan diisi lewat skema baru ini. Komposisinya terdiri dari 80 persen tenaga operasional dan 20 persen tenaga administrasi. “Ini sudah masuk dalam penganggaran perubahan. TAPD sedang asistensi ke semua SKPD untuk menyusun kebutuhan dan mekanisme kontraknya,” ujarnya.
Perbedaan paling mencolok antara PJLP dengan P3K paruh waktu adalah status kepegawaian. PJLP akan diposisikan sebagai pihak ketiga dalam skema pengadaan barang dan jasa. Meski begitu, sistem penggajian tetap dibuat bulanan, dengan standar upah yang sama seperti sebelumnya. Kontraknya pun berlaku tahunan.
Mengenai syarat, Zulkifli menekankan bahwa calon PJLP harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) serta pengalaman kerja. Untuk tenaga operasional, syarat pengalaman menjadi mutlak, sedangkan tenaga administrasi bisa dibuka lebih luas sesuai kebutuhan OPD masing-masing.
Dengan skema baru ini, pemerintah berharap tidak ada celah kekosongan pelayanan di lapangan. Keberadaan tenaga non-ASN tetap diperlukan, hanya saja mekanismenya kini disesuaikan agar lebih transparan dan terikat aturan pengadaan.(*)