
DPRD Gowa Siap Kawal Aspirasi Honorer yang Tak Masuk Database BKN ke Pemerintah Pusat
GOWA, GOSULSEL.COM — Komisi I dan IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gowa, menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan agenda yang membahas status pegawai non ASN tenaga kesehatan dan guru honorer yang tidak terdata oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN), di Kantor DPRD Gowa, Jumat (03/10/2025).
Rapat tersebut juga dihadiri oleh Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Zubair Usman, sejumlah perwakilan guru honorer, tenaga kesehatan, LSM GEMPA dan BMKI.
Rapat ini dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Gowa, Muh. Ramli Siddik Daeng Rewa, didampingi Wakil Ketua I Hasrul Abdul Rajab (HAR), anggota Komisi I Muh. Yunus Palele dan Aris Muflih, serta sejumlah anggota Komisi IV, termasuk H. M. Amir Dg. Sila, Abdul Razak, Hasmollah, dan Roby, bersama tenaga ahli DPRD, Supriadi Kadir.
Dalam kesempatan itu, Ketua DPRD Gowa Ramli Siddik menegaskan bahwa pihaknya akan membawa aspirasi para tenaga honorer hingga ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI untuk mencari solusi atas nasib mereka yang telah lama mengabdi.
Ramli menyebut, banyak tenaga honorer yang sudah puluhan tahun bekerja dengan gaji sangat minim, bahkan ada yang hanya menerima Rp300 ribu per bulan.
“Pertanyaan kita sederhana, apakah kalau tahun ini tidak ikut tes, masih ada harapan di tahun depan atau masa yang akan datang? Karena mereka sudah lama mengabdi, masa tiba-tiba ditutup pintu begitu saja,” tegas Ramli.
Ia menambahkan, masalah tenaga honorer bukan hanya terjadi di Gowa, tetapi juga menjadi isu nasional yang perlu diperjuangkan bersama pemerintah pusat.
“Kami akan mengawal aspirasi ini hingga ke kementerian agar tenaga honorer mendapatkan kejelasan statusnya,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP GEMPA Indonesia, Ari Paletteri, menilai bahwa banyak tenaga honorer di Gowa merasa terabaikan. Ia juga menyayangkan ketidakhadiran perwakilan dari Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan dalam rapat tersebut.
Ari menyampaikan beberapa tuntutan, antara lain agar pemerintah mengusut dugaan penghilangan data honorer yang diduga disertai permintaan uang sebesar Rp3–20 juta, sehingga beberapa tenaga honorer tidak masuk dalam database BKN. Ia juga meminta agar tenaga honorer dengan masa kerja minimal dua tahun bisa diangkat menjadi pegawai kontrak (PKT) seperti yang dilakukan di sejumlah daerah lain.
Selain itu, Ari menyoroti adanya dugaan “P3K siluman”, yaitu mereka yang tidak pernah mengajar namun justru lolos seleksi.
“Banyak guru sudah 17–19 tahun mengabdi, tapi justru tidak terakomodasi. Sementara ada yang tidak pernah mengajar malah diloloskan. Ini tidak adil,” tegasnya.
Ia berharap DPRD Gowa menjadi pihak yang memperjuangkan nasib para honorer.
“Kami tidak ingin demo, yang kami butuhkan adalah dialog,” tambahnya.
Menanggapi hal itu, Kepala BKPSDM Gowa Zubair Usman menjelaskan bahwa persoalan tenaga non-ASN merupakan kebijakan nasional. Ia menyebut bahwa pemerintah pusat telah menetapkan tahun 2022 sebagai batas akhir pendataan tenaga non-ASN ke dalam database BKN.
“Sejak jauh sebelum 2022 sebenarnya sudah tidak dibenarkan lagi ada pengangkatan tenaga non-ASN. Tetapi karena jumlahnya masih banyak, pemerintah memberikan kebijakan pendataan terakhir di tahun 2022,” jelasnya.
Zubair menambahkan, setelah pendataan tersebut, semua tenaga honorer — baik yang terdaftar maupun tidak — masih diberi kesempatan mengikuti seleksi pada 2021–2022, namun hasilnya ditentukan sepenuhnya oleh tes sesuai aturan.
“Tahun 2025 ini sesuai aturan, kita buka lagi tes khusus bagi non-ASN yang sudah masuk database. Adapun yang belum, mari sama-sama perjuangkan melalui dialog ke kementerian,” ujarnya.
Ia juga menegaskan kesiapan BKPSDM untuk berkoordinasi dengan DPRD dalam memperjuangkan aspirasi tenaga honorer ke pemerintah pusat.
“Kami memahami keresahan Bapak/Ibu, dan siap memperjuangkan agar tidak ada yang merasa ditinggalkan,” tutupnya.(*)