Matryoshka Baso-Besse seri pakaian formal. (Foto: Dokumentasi pribadi).

Matryoshka Baso-Besse, Boneka Rusia yang Jadi Ole-Ole Makassar di Galeri Perduliar

Minggu, 27 September 2015 | 09:00 Wita - Editor: Nilam Indahsari - Reporter: Nilam Indahsari - GoSulsel.com

Halaman 1

Makassar, GoSulsel.com – Ada satu ole-ole baru jika Anda bertandang ke Makassar yakni nesting doll atau dikenal juga dengan nama boneka Matryoshka dan Babushka. Matryoshka ini berupa boneka kayu khas Rusia. Jumlahnya 5 buah yang dapat disusun mulai dari ukuran yang terkecil hingga terbesar.

Lha, boneka Rusia kok jadi ole-ole Makassar? Eits, sabar dulu. Boneka matryoshka yang jadi souvenir ini dibuat bukan dengan kultur Rusia melainkan dengan karakter Bugis-Makassar. Namanya Matryoshka Baso-Besse. Baso dan Besse adalah representasi dari keluarga dalam konteks kultur Bugis-Makassar.

Di tangan pelukis Shanti Yani Natsir, si Baso (ayah) dipakaikan jas tutup lengkap dengan songkok Bone. Sedangkan si Besse (ibu) dikenakan baju bodo dengan kerudung. Dan semua boneka menggunakan lipa’ sa’be (sarung tenun sutra). Kostum yang sama digunakan oleh ke-3 anak laki-laki Baso-Besse.

Matryoshka Baso-Besse seri hobi. (Foto: Dokumentasi pribadi).

Matryoshka Baso-Besse seri hobi. (Foto: Dokumentasi pribadi).

Di samping seri pakaian formal, Matryoshka Baso-Besse punya seri hobi. Si Baso hobinya memelihara ayam ketawa dan si Besse yang memegang semangkuk coto punya hobi memasak. Sedangkan anak-anaknya yang terdiri dari 2 laki-laki dan seorang perempuan ini masing-masing punya hobi bermain pa’raga (sepak takraw), lambasena (lompat tali karet), dan mobil-mobilan dari kulit jeruk Bali. Semuanya khas Makassar tempo dulu.

Saat ini Shanti belum memiliki sebuah galeri seni nyata. Semua karyanya baru ia pajang di galeri digital-nya: perduliar.com.

Halaman 2
Matryoshka Baso-Besse di salah satu sudut art-shop Sugar Bird, Kyoto, Jepang. (Foto: Dokumentasi pribadi).

Matryoshka Baso di salah satu sudut art-shop Sugar Bird, Kyoto, Jepang. (Foto: Dokumentasi pribadi).

“Sampai saat ini masih langsung ngirim hasilnya ke pemesan. Belum ada tempat titip jual. Semoga suatu saat bisa punya art shop sendiri,” kata Shanti yang telah pulang ke Makassar beberapa bulan lalu, kepada GoSulsel.com, Sabtu (26/09).

Karya-karya lukis tangan boneka matryoshka Shanti telah beredar cukup banyak di Jepang. Ia pernah pula menitip buah tangannya di salah satu art-shop bekas ibukota Jepang, Kyoto. Waktu itu, bukan hanya matryoshka bertema “Keluarga Bugis” tapi juga yang berasal dari kultur Jepang.

Selain itu, boneka lukis tangan matryoshka Shanti juga telah tenar di kalangan ibu-ibu Dharma Wanita Kedutaan Besar Indonesia di Negeri Sushi itu. Namun, sebagian besar dari mereka minta dibuatkan versi keluarganya yang sedang memakai kimono.

“Dari pesanan seorang dosen yang sedang bermukim di Jepang-lah awalnya sampai ramai teman-temannya ikutan mesan juga. Di antaranya istri Duta Besar Indonesia untuk Jepang,” ungkap alumnus Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin ini.

Awalnya, Shanti menggunakan kayu yang diimpor dari India untuk membuat boneka ini. Namun, belakangan tempat memesan kayunya telah mengimpor langsung dari Rusia. Kualitas kayunya pun premium. Sedangkan cat yang dipakainya adalah cat acrylic. Kayunya pun diberi top coat sebagai finishing untuk ketahanan bahan kayu dan cat lukisnya.

Halaman 3

Untuk mengerjakan pesanan-pesanannya, Shanti biasanya membutuhkan 2 hingga 3 pekan. Bahkan butuh waktu ekstra bagi yang ingin dilukiskan tema kimono karena motif kimono lebih banyak detilnya.

Proses yang lama itu mengingatkan pada perkataan Alan Bamberger dalam The Art of Buying Art:

….

When buying from an artist
you’re buying more than just a painting.                                                                    …

You are buying days,                                                                                     
weeks and months of pure joy.
….

 


BACA JUGA