Makassar Biennale
Talk show Kita-Kita Go TV bersama pelaksana event Makassar Biennale 2015, Irfan Palippui, Kamis (22/10). (Repro: Nilam Indahsari/GoSulsel.com)
#

Makassar Biennale Hadir sebagai Protes terhadap Kampus di Makassar

Kamis, 22 Oktober 2015 | 13:45 Wita - Editor: Nilam Indahsari - Reporter: Nilam Indahsari - GoSulsel.com

Halaman 1

Gowa, GoSulsel.comTalk show Kita-Kita produksi Go TV hari ini menghadirkan Irfan Palippui. Irfan adalah Ketua Yayasan Colliq Pujie Art Movement yang merupakan salah satu penyelenggara Makassar Biennale 2015.

Dalam wawancara dari pukul 10.21 Wita hingga pukul 10.42 Wita itu, Irfan mengungkapkan, bahwa Makassar Biennale hadir sebagai bentuk protes terhadap kampus. Kampus dinilainya selama ini tak terlalu produktif. Ia lantas mengambil analogi petani untuk membandingkan produktivitas para akademisi.

pt-vale-indonesia

“Petani biasanya butuh 3 hingga 5 bulan untuk dapatkan hasil yang bagus, ada produknya yang bisa dipanen,” kata Irfan, beranalogi.

Petani yang hanya membutuhkan waktu 3 hingga 5 bulan untuk menghasilkan produk dinilainya jauh lebih produktif dibandingkan para akademisi yang diharapkan bisa meneliti sekaligus menerbitkan hasil penelitiannya.

“Tapi kalau tidak ada yang bisa diterbitkan, ibarat petani yang tak turun ke ladang. Sedangkan petani selalu ada produk. Berarti petani lebih cerdas karena tiap tahun ada produk,” jawab Irfan ketika ditanya soal dukungan pihak akademisi terhadap perkembangan minat warga Makassar terhadap seni rupa oleh presenter talk show Kita-Kita.

Halaman 2

Para akademisi ini menurut Irfan adalah yang bertugas mempublish catatan tentang praktek seni rupa untuk dijadikan sebagai wacana di tengah masyarakat. Selama ini, menurut Irfan, praktek kuratorial di Makassar lesu karena kurangnya praktek kuratorial.

“Apa yang membuat lesu kesenian kita di Sulawesi Selatan? Itu karena praktek kuratorial sampai praktek kritik seninya yang tidak ada. Jadi, jembatan yang mengantarai antara masyarakat dan pelaku seni itu patah. Ketika dia patah, biar sebegitu banyak karya yang dipajang, ataukah sebegitu banyak karya teater yang dipertunjukkan atau sebegitu banyak puisi yang dibikin, tanpa ada yang menuliskannya, baik kurator ataupun kritikus, tidak bakalan sampai, kan?,” kata Irfan.


BACA JUGA