Ketua KPPU Pusat Syarkawi Rauf, Pelindo IV
Ketua KPPU Pusat Syarkawi Rauf . (Foto: Sutriani Nina/GoCakrawala)

Regulator di Dermaga Lemah Hadapi Kasus Pelindo

Minggu, 29 November 2015 | 19:19 Wita - Editor: Nilam Indahsari - Reporter: Andi Dahrul Mahfud - GoSulsel.com

Halaman 1

Makassar, GoSulsel.com – Seminar yang merajut tema “Tata Kelola BUMN dan Kepentingan Nasional: Analisis Kasus Pelindo II” menghadirkan 3 narasumber antara lain Dr Syarkawi Rauf selaku Ketua pusat Komisi Pengawas Peraaingan Usaha (KPPU), Prof Dr. Marwan Mas selaku akademisi Universitas Bosowa (Unibos), dan Dr Andi Suryadi Culla MA selaku pengamat politik di Hotel Novotel Jl Jenderal Sudirman, Minggu (29/11/2015).

Dalam seminar itu, ke-3 narasumber menggambarkan secara kritis persoalan yang terjadi di pelabuhan Indonesia (Pelindo). Hal yang kerap terjadi ialah tak mampunya regulator dalam memberikan aturan main bagi kapal dan produk usaha asing yang masuk di pelabuhan dan nantinya dijual ke pasar domestik.

pt-vale-indonesia

Dr Syakarwi Rauf membenarkan jika lemahnya pengawasan dan penegakan regulator dalam membuat aturan main bagi kapal yang ingin sandar di pelabuhaan lantaran seluruh perangkat dimonopoli oleh operator Pelindo. Akhirnya, regulator hanya didikdte oleh operator.

“Jadi ada kapal yang dari Singapura, China, Jepang dan kapal asing lainnya masuk ke Tanjung Priok. Yang seharusnya menentukan kapal itu bisa sandar atau tidak itu regulator. Tapi yang dominan di sini adalah Pelindo sebagai operator karena dia yang menguasai dermaga. Akhirnya, untuk menentukan kapal A bisa sandar atau tidak itu negosiasinya antara regulator dengan operator tapi dalam negosiasi itu, yang dominan  menentukan adalah operator. Harusnya regulator,” jelasnya saat menyampaikan materi.

Dr Syarkawi menjelaskan, untuk memberikan kontrol akan hal itu, perlu menekankan agar regulatorlah yang mengontrol secara penuh pengoperasian di Pelindo.

Halaman 2

“Pelindo itu salah 1 operator atau usaha yang memiliki market power. Nah, ini sebenarnya regulator yang kuat. Jangan dibiarkan pelaku usaha di Pelindo ini yang sangat dominan di pelabuhan melakukan kegiatanya. Seolah-olah tidak ada kontrol dari pemerintah,” tambahnya.

Baginya, ini merupakan salah 1 problem pokok di pelabuhan. Problem pokok itu juga merembes pada persoalan tarif.

“Contohnya adalah garam. Hampir semua garam untuk keperluan industri itu kita impor dari Australia. Bayangin aja kita mengimpor 2,5 juta ton garam. Di Australia mereka beli garam seharga Rp 500. Masuk di Indonesia seharga Rp 1,5 ribu. Keuntungannya 100. 100×2,5 juta ton bisa dapat 2,5 triliun. Itu baru margin di level distribusi. Nah, kalau sudah dirembeskan ke pasar, itu sudah seharga Rp 3,5 ribu. Dan tentu keuntungan mereka besar ketimbang produk lokal,” tegasnya.

Baginya, jika Indonesia ingin mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan terbebaskan dari persoalan-persoalan yang ada, termasuk di Pelindo, maka sistem politik (pemilihan umum)  harus direform.

“Kita ke depan tidak akan keluar dari resiko ini, kalau masih seperti itu dan tidak ada upaya perbaikan,” tambahnya.(*)


BACA JUGA