(FOTO: Suasana di Balai kota setelah bentrokan terjadi antara Satpol PP vs Polisi Makassar/Minggu, 7 Agustus 2016/Muhammad Muhaimin/GoSulsel.com)

Jalan Siput Kasus Penyerangan Balai Kota Makassar

Selasa, 14 Maret 2017 | 19:06 Wita - Editor: Irwan Idris - Reporter: Risal Akbar - Go Cakrawala

Makassar, Gosulsel.com –  Kejaksan tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan kembali menagih berkas perkara penyerangan Balai Kota Makassar yang terjadi pada Agustus 2016 lalu.

Pasalnya, hingga hari ini setelah dikembalikan ke Polda Sulsel, berkas tersebut tak kunjung dikembalikan ke Kejati.

pt-vale-indonesia

Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sulsel, Muh Yusuf mengungkapkan timnya beberapa waktu lalu telah bersurat secara resmi ke Polda Sulsel terkait berkas perkara kasus tersebut.

“Berdasarkan catatan kami di registrasi, berkasnya memang baru satu kali, dan itu dinyatakan P18, P19, kemarin sudah di P20 kan dan kami masih menunggu berkasnya,” kata Yusuf saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (14/03/2017).

Menurut Yusuf, meski telah beredar pernyataan terkait hasil damai antara Polda Sulsel dan Pemkot Makassar, namun  kasus tersebut masih tercatat dalam register perkara pidana umum di Kejati Sulsel.

Jika kemudian P20 tersebut kembali tak digubris oleh Polda Sulsel maka 30 hari kemudian Kejati berhak mengembalikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Polda Sulsel dan menghapus perkara tersebut dari daftar registrasi perkara Kejati Sulsel.

“Setelah dicoret, artinya teman teman silahkan bertanya ke Polda untuk kasus itu, kami tidak mau mencampuri institusi lainnya,” jelasnya.

Namun meski begitu, jika kemudian kasus tersebut dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), ia menyebut secara aturan maka masyarakat memiliki hak untuk mengajukan praperadilan.

Sementara itu, dihubungi terpisah, ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) kota Makassar, Haswandy Mas menilai penyidik Polda memang memiliki kewenangan diskresi untuk menghentikan kasus tersebut. Hanya saja, diskresi tetap harus mempertimbangkan kepentingan publik.

Namun penghentian tersebut menurutnya tidaklah berimbang. Sebab, pihak dari Satpol PP telah memasuki masa persidangan.

“Penghentian itu tidak imbang, Satpol sudah ada yang jalan (secara hukum) sementara polisi belum,” katanya.

Menurutnya perdamaian tersebut harusnya dibarengi dengan permohonan maaf dari Polda Sulsel ke Pemkot Makassar. Sebab, kejadian tersebut telah melecehkan

kewibawaan yang dimiliki oleh pemerintah kota Makassar. Sebab menurutnya balai kota adalah simbol pemerintahan Kota Makassar.

“Secara etika harusnya perdamaian ini disertai dengan permohonan maaf Polri kepada Pemkot Makassar karena kewibawaan pemerintah Kota Makassar telah  dilecehkan atas kasus tersebut,” kata dia

Seperti diketahui, Kasus yang terjadi pada 7 Agustus tersebut disusun ke dalam tiga berkas perkara. Dua perkara yakni dugaan penganiayaan di Balai Kota Makassar yang dilakukan oleh oknum Satpol PP, dan penyerangan oleh anggota Sat Sabhara Polda Sulsel ditangani oleh Penyidik Polda Sulsel. Sementara penikaman Bripda Michael yang diduga dilakukan oleh Oknum Satpol PP ditangani Polrestabes Makassar dan telah memasuki masa persidangan.

Diketahui sebelumnya dalam kasus penyerangan balai kota, ada empat tersangka dari Sat Sabhara Polda Sulsel yang berpangkat Brigadir Polisi (Brigpol).  Keempatnya dikenakan pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap barang, sementara dua orang satpol PP ditetapkan menjadi tersangka pada dugaan  pengeroyokan di Anjungan Losari.(*)


BACA JUGA