Pakar Hukum dan Kriminologi Universitas Busowa (Unibos) Makassar, Prof Marwan, Mas, Foto akun facebook

Pakar Hukum Sulsel Nilai UU Pemilu Abaikan Hak Konstitusional

Sabtu, 22 Juli 2017 | 00:28 Wita - Editor: Irwan Idris - Reporter: Muhammad Fardi - GoSulsel.com

Makassar, Gosulsel.com — Sebanyak 6 Fraksi di DPR RI menyepakati RUU Pemilu untuk memilih opsi A masalah krusial, yakni terdiri dari sistem pemilu terbuka presidential threshold 20-25 persen, ambang batas parlemen 4 persen, metode konversi suara sainte lague murni, dan kursi dapil 3-10. 

Hanya memang ada empat Fraksi lainnya yang Walk Out (WO), dengan alasan tidak ingin terlibat dalam pengambilan keputusan yang dianggapnya inkonstitusional atau bertentangan dengan hukum. Mereka adalah Fraksi Gerindra, Fraksi PKS, Fraksi PAN, dan Fraksi Demokrat. 

pt-vale-indonesia

Bagaimana kedudukan hukum presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden 20-25 persen di mata pakar hukum asal Sulawesi Selatan ?

Pakar hukum Universitas Bosowa (Unibos), Prof Marwan Mas menegaskan bahwa sistem presidential threshold 20-25 persen sudah tidak relevan lagi digunakan untuk Pilpres tahun 2019. Pasalnya persentase kursi DPR RI saat ini sudah digunakan pada pencalonan presiden tahun 2014 lalu. Diketahui dalam Perpu pelaksanaan Pilpres dilaksanakan serentak dengan Pileg.

“Misalnya, karena pada tahun 2019 dilakukan Pemilu legislatif dan presiden secara serentak, sehingga tidak relevan lagi menggunakan presidential threshold. Apalagi hasil pemilu legislatif 2014 sudah dipakai pada Pilpres 2014. masak mau dipakai lagi pada pilpres 2019 ?,” kata Marwan saat dikonfirmasi Gosulsel.com, pada Jumat (21/07/2017).

Bahkan ia menilai rezim pemerintahan Jokowi terkesan terlalu mendahulukan kepentingan kekuasaannya dengan mengabaikan logika demokrasi dan pemberian pilihan alternatif yang banyak bagi rakyat dalam memilih pemimpin nasional.

Diketahui sebelumnya, sebanyak 4 fraksi yang WO rencana akan melakukan yudisial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tidak hanya itu, pakar hukum tatanegara, Yusril Ihza Mahendra telah memastikan akan menempuh jalur hukum.

Lantas bagaimana peluang aduan di MK ?

Marwan Mas menjelaskan, sebelumnya soal RUU Pemilu sudah pernah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa ambang batas pencalonan presiden diserahkan pada pembuat UU, dalam hal ini DPR yang dibahas bersama presiden untuk mendapatkan persetujuan. Namun tidak menutup kemungkinan, Fraksi yang WO dan Non government akan melakukan aduan uji materi di MK.

“Namun, bisa saja dimohonkan kembali ketentuan yang baru saja diputuskan DPR soal ambang batas pencalonan presiden 20% kursi DPR atau 25% suara nasional, dengan alasan hukum berbeda,” papar Prof. Marwan.

Dia pun optimis, jika ada aduan masuk ke MK, maka besar kemungkinan untuk diterima dengan alasan mengabaikan hak konstitusi partai politik yang diatur dalam Pasal 6A ayat 1 dan ayat 2 UUD1945.

“Permohonan uji materi ke MK berpeluang dikabulkan MK, karena mengabaikan hak konstitusional Parpol selaku peserta pemilu legislatif untuk mengajukan calon Presiden,” tandasnya.(*)


BACA JUGA