Gempuran Produk Tiongkok Bikin Industri Lokal Terancam Keok

Senin, 01 Januari 2018 | 19:24 Wita - Editor: Irwan Idris -

Penulis (yang bukan berlatar ekonom) tidak tahu sampai sejauh mana kita mampu bertahan dengan kemandirian ekonomi lokal. Semenjak harga komoditi primadona kita melemah, rasanya optimisme hidup kita semakin terkikis.

Beruntung harga minyak dunia juga barada di titik rendah. Penulis berandai-andai, bila harga minyak bergerak naik di 2018, maka pertumbuhan ekonomi kita boleh jadi di angka 5% ke bawah. Walau demikian, ibu Sri Mulyani tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

pt-vale-indonesia

Ya, lima persen boleh jadi tidak terlalu buruk bagi mereka yang ada di pulau tertentu di gugusan Nusantara. Boleh jadi Indonesia bagian Timur juga tidak begitu menyakitkan bila melihat fakta bahwa outlook pertumbuhan ekonomi terbesar ada di pulau Sulawesi.

Tepatnya, di Kabupaten Morowali dan Luwuk. Kabar baik untuk kita, mengingat cadangan nikel dan gas alam terbesar berada di jantung Sulawesi. Kabar buruknya? Investor raksasa Tiongkok telah berlabuh di sana. Lalu, apakah kita harus menghujat lalu mengaktifkan slogan boikot barang China? rasanya itu terlalu naif.

Seperti negara industri baru lainnya, China telah memudahkan bangsa ini memenuhi kebutuhan konsumsinya. Daya beli masyarakat masih terlalu lemah jika harus mengkonsumsi barang buatan Amerika dan Eropa. Sederhanya, Mercy masih sulit untuk terparkir di garasi rumah.

Halaman: