JPPR Sulsel : Waspada Politik Uang dan Isu SARA di Pilkada Sulsel

Kamis, 01 Februari 2018 | 17:23 Wita - Editor: Irwan AR - Reporter: Junaid - Gosulsel.com

Makassar, Gosulsel.com- Situasi jelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 ini, dipantau oleh aktivis Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sulsel, Suherman yang mengatakan masih akan diwarnai dengan dua isu besar, yaitu isu politik uang dan isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Menurunya, persoalan ini masih akan terus mencuat, apalagi digerakkan oleh kekuatan politik tertentu untuk mengarahkan pilihan masyarakat terkait calon pemimpin.

pt-vale-indonesia

“Perlu diperhatikan, masih adanya politik uang dalam pilkada serentak. Selain itu, isu SARA akan digunakan dalam Pilkada 2018 hingga Pemilu 2019,” ujar Emmang, sapaan akrabnya. Kamis, (1/2/2018).

Iapun menyampaikan beberapa data dan hasil riset terkait Pemilu. Sebagai contoh Pilkada DKI 2017 lalu, berpotensi diadopsi dan menjadi ancaman yang terjadi di daerah-daerah di Sulsel.

“Money politik dan Isu SARA menjadi musuh terbesar dalam demokrasi dan proses pemilu. Momen pergantian kepemimpinan baik di daerah maupun pusat adalah politik uang yang masih merajalela dan isu SARA yang mulai menyeruak dan begitu kuatnya dihembuskan ketika Pilkada DKI 2017 lalu,” katanya.

Sebagaimana diketahui, bahwa terdapat 12 kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan pilkada serentak di Sulsel pada tahun 2018 yakni Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Bone, Wajo, Sidrap, Pinrang, Enrekang, Luwu, Kota Makassar, Palopo dan Parepare.

Suherman beranggapan bahwa, perkembangan teknologi informasi dan berkembangnya dunia maya yang semakin mudah diakses masyarakat, hal ini dimungkinkan akan dimanfaatkan oleh orang atau kelompok tertentu untuk menyerang kandidat lain dengan isu SARA yang bertujuan untuk menurunkan elektabilitas kandidat lain.

“Isu SARA sebagai cara berkampanye yang semakin mudah memecah masyarakat. Dengan ujaran kebencian, penyesatan dan berbagai stigma buruk yang dilekatkan pada calon tertentu dianggap cara paling mudah dalam melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap calon tersebut,” sesalnya.

Ia berharap, kelompok politik atau kekuatan oknum partai politik tertentu agar untuk tetapa berpegang pada etika politik dan tidak mengabaikannya. Serta meminta penyelenggara pemilu melaksanakan etika penyelenggaraan pemilu.(*)


BACA JUGA