Meneropong Pasar Mobil Sulsel di Tahun Politik

Kamis, 07 Februari 2019 | 07:17 Wita - Editor: Irwan Idris -

MAKASSAR, GOSULSEL.COM — Siapapun telah mengetahui bahwa tahun 2019 adalah ‘lebaran politik’ lima tahunan bangsa Indonesia. Pemilihan kepala daerah, pemilihan anggota legislatif serta yang terpenting, pemilihan presiden menjadi isu terpanas. Semua diskusi mengarah pada ranah politik baik diskusi publik maupun media, tentunya dengan agendanya masing-masing. Ibarat sebuah lokomotif besar, politik akan menggiring semua aspek kehidupan, termasuk aspek ekonomi tahun 2019 dan tahun-tahun selanjutnya.

Berdasarkan Outlook Ekonomi, Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah dari tahun sebelumnya. angkanya di kisaran 5,0-5,4 persen. Artinya, pembangunan Indonesia tidak akan lebih baik dari 2018 serta ditingkatan mikro daya beli masyarakat akan melandai.

Neraca perdagangan Indonesia yang defisit pada akhir 2018 menjadi peringatan bahwa produk Impor masih lebih jumawa dibanding produk ekspor. Defisit neraca perdagangan seperti ini menguras devisa negara. Suka tidak suka, keterbatasan devisa menyebabkan pelemahan rupiah terhadap mata uang asing. Ujungnya, daya beli masyarakat menurun. 

Berangkat dari sini, salah satu dari lima sektor yang berperan dalam mempengaruhi neraca perdagangan adalah sektor otomotif. Perlu diluruskan bahwa, importasi kendaraan secara utuh (completely built-up/CBU) maupun terurai (completely knocked-down/CKD) tidak dapat dipandang sebagai “penggali” jurang devisa. Tidak pula hanya melihat dalam kacamata barang konsumtif. Mobil tetaplah barang modal, baik dipakai korporasi maupun individu.

Dalam sebuah kesempatan, Wakil presiden RI, Jusuf Kalla yang membuka acara menyatakan “Macet adalah tanda kemajuan”. tentu pernyataan ini mengundang polemik. Namun, kita perlu menyamakan perspektif bahwa kendaraan tidaklah sekadar alat tarsnportasi. Kendaraan, baik itu Passenger Car (kendaraan penumpang) maupun Commercial Vehicle (kendaraan usaha), memiliki peran besar menciptakan efisiensi dan memacu produktivitas dalam kehidupan manusia. Kesimpulannya, kendaraan memiliki nilai strategis. Usaha memajukan ekonomi Indonesia melalui making Indonesia 4.0 telah memetakan industri otomotif sebagai senjata utama meningkatkan neraca perdagangan. Berbagai produk otomotif telah memulai langkah tersebut.

Berbagai brand otomotif dunia telah berinvestasi dan membangun pabrikasi otomotif tanah air. Sebut saja Toyota, Honda serta yang teranyar Wuling dan Mitsubishi. Selain untuk memenuhi kebutuhan tanah air, mereka juga melakukan ekspor ke berbagai negara. Brand yang terakhir lebih membanggakan lagi karena menjadikan Indonesia sebagai basis produksi MPV Xpander ke seluruh dunia.

Lalu bagaimana dengan Sulawesi Selatan? tentu kita patut bergembira karena pertumbuhan ekonomi Sulsel selalu berada di atas rata-rata nasional. Ekonomi sulsel selalu berada di atas angka 7 persen. Walaupun demikian kita tidak dapat menjebak diri di angka relatif. Kontribusi Indonesia Bagian Timur (IBT), dengan Sulsel sebagai daerah basisnya, terhadap pasar otomotif nasional bermain di angka 7-9 persen. Ini terbilang kecil dibanding kontribusi pulau-pulau di wilayah barat.

Banyak faktor yang mempengaruhi kontribusi terhadap pasar otomotif. Salah satunya political will kepala daerah terhadap pajak kendaraan bermotor. Kerap kali terjadi lost market dikarenakan perbedaan pajak kendaraan antar pulau. Sehingga warga di IBT pada umumnya membeli kendaraan langsung ke pulau Jawa. Padahal Pajak kendaraan menjadi penopang pendapatan asli daerah (PAD). 

Selain itu tingkat suku bunga juga menjadi faktor utama kepemilikan kendaraan. Data menunjukkan, 70 persen kepemilikan kendaraan melalui skema kredit. Bahkan jika dipetakan berdasarkan jenis kendaraan, commercial vehicle mencatat angka 90% kepemilikan melalui skema kredit.

Olehnya, segenap stakeholder yang memegang peran di sektor ekonomi Sulsel perlu memikirkan dengan baik strategi menjaga pasar otomotif. Tren ekonomi kerap menunjukkan penurunan di tahun politik. Bagi dunia usaha, 2019 adalah tahun konsolidasi sambil memperhatikan peta politik yang akan terjadi nanti 2019-2024. Pilihan “wait and see” tentu menjadi jalan aman.

Akan tetapi, melihat geliat pembangunan infrastruktur di IBT, Sulsel tentu harus mengambil peran lebih besar melalui stimulus ekonomi yang baik. apalagi tidak ada calon asli Timur yang masuk bursa pemilihan presiden dan wakil presiden Indonesia. Dengan begini, Sulsel selayaknya fokus menjadi jembatan ekonomi menuju pulau timur lainnya. Distribusi kendaraan via port Sulsel tentu menjadi kunci utama. Di saat pulau Jawa sibuk dengan polemik politik, penulis yakin Sulsel dapat menyumbang produktifitas ekonomi melalui sektor otomotif di atas 10 persen.(*)

Edy Djunaedy Syaf 

Marketing Departement Head of Bosowa Berlian Motor


BACA JUGA