Tari Mappasili tampil di festival Bahari di Anjungan Pantai.

Menggugat Sakralitas Tari Empat Etnis

Selasa, 19 Februari 2019 | 15:33 Wita - Editor: Irwan Idris -

Namun, Rosita mengatakan, perpaduan beragam jenis tari menjadi satu tarian baru tidak menjadi soal bila hal tersebut dikategorikan sebagai jenis tari kreasi.

“Kecuali kalau tari itu merupakan tari kreasi di luar tarian yang sakral itu”, jelasnya ketika berbincang dengan Gosulsel.com, pekan lalu.

Hal senada dilontarkan Aswati Asri, dosen Fakultas Kesenian di Universitas Negeri Makassar. Dia menyontohkan tarian Pakarena dengan simbol baju bodo begitu disakralkan. Namun saat ini, tarian tersebut ditarikan dengan baju bodo kekinian sehingga menyalahi kesakralan tarian Pakarena.

Padahal, tutur Aswati, mulai dari pakaian sampai aksesori yang dikenakan penari Pakarena semuanya memiliki makna.

“Sebagai tarian khas sulawesi selatan yang ditabu dengan gendang yang keras kemudian dibawakan dengan begitu lembutnya, dewasa ini kita harus menyaksikan tari pakarena itu dengan paketan yang harus cepat selesai. Banyak gerakan-gerakan yang dipotong, nah ini sudah keluar dari esensi tari pakarena itu sendiri,” paparnya.

Namun tidak semua sanggar tari melakukan desakralisasi tarian, beberapa sanggar seni, terang Aswati, masih membawakan tarian Pakarena dengan gerakan penuh tanpa penggabungan dengan tarian lain.

“Kemarin saya melihat tari pakarena yang dibawakan oleh sanggarnya Dg Serang nah itu masih lumayan dalam arti kata, aksesoris, pakaian masih klop tetapi ada juga yang sudah keluar,” pungkasnya.(*)

 

Reporter: Nurfadillah/Gosulsel.com

Halaman:

BACA JUGA