FOTO: Psikolog UNM Basti Tetteng/ist

Pandangan Psikolog Sebab Ayah Cabuli Anak Kandung

Rabu, 11 Desember 2019 | 12:24 Wita - Editor: Muhammad Fardi - Reporter: Junaid - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Aksi cabul ayah setubuhi anak kandung sendiri ternyata bukan pertama kalinya terjadi di Kabupaten Takalar. Hal ini diungkapkan oleh pengamat psikologi dari Universitas Negeri Makassar (UNM) Makassar, Basti Tetteng. Menurutnya peristiwa serupa sudah sering terjadi dan bahkan terus bertambah.

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar (UNM) ini menyebutkan bahwa peristiwa tersebut dapat terjadi diakibatkan oleh beberapa faktor eksternal dan internal. Untuk faktor eksternal misalnya keseringan nonton film porno.

“Pertama faktor eksternal. Seperti stimulus seks. Stimulus ini bisa muncul dari keseringan menonton film porno berupa gambar ataupun video. Hal itu bisa mempengaruhi tindakan menyimpang. Jadi faktor pertamanya itu faktor eksternal dulu. Kalau seseorang itu sering membuka atau mengakses konten porno, itu akan membuat rangsangan seksnya semakin tinggi,” kata Basti, Rabu (11/12/2019).

Lanjutnya, stimulus kedua karena faktor anaknya memiliki cara berpakaian yang terbuka. “Mungkin montok yang bisa memunculkan ransangan seks seseorang, termasuk anggota keluarganya sendiri,” imbunya.

Selanjutnya stimulus eksternal yang ketiga yakni keadaan di rumah. Misalnya orang tua sering tidur dengan anak gadisnya. 

“Misalnya tidur dalam satu ruangan tertentu. Nah ini kan mempengaruhi stimulus seks. Kalau orang itu lemah imannya, maka ya sudah, perilaku seks menyimpang berpotensi terjadi,” ungkapnya.

Sementara untuk faktor internal yaitu orang tua ataupun pelaku, memiliki kontrol diri terhadap rangsangan seksual yang lemah.

“Jadi karena kontrol diri terhadap rangsangan seksual lemah, melihat siapapun maka selalu memiliki hasrat seks,” ungkapnya.

Basti Tetteng menjelaskan bahwa keinginan yang ada dengan kontrol diri yang lemah akan membuat pelaku menjadi tertutup hingga tidak lagi berfungsi pemikiran panjangnya. 

“Kontrol diri lemah, akhirnya fungsi berpikir panjangnya tidak berjalan dengan baik, bahkan tidak bekerja. Pikiran panjang yang tidak berfungsi karena ditutupi oleh kontrol diri yang lemah,” jelasnya.

Selain kontrol diri yang lemah, faktor Internal lainnya yaitu tidak berfungsinya rasa malu ataupun rasa bersalah yang tidak muncul. 

“Kalau kontrol diri lemah, ya pikiran akan rasa bersalah ataupun rasa malu tidak lagi berfungsi bahkan tidak bekerja. Jadi rasa malu semestinya bekerja. Istilah Bugis-Makassar siri’nya tidak bekerja karena kontrol diri lemah,” sebutnya.

Olehnya, Basti Tetteng mengatakan bahwa dengan banyaknya peristiwa tersebut, tidak semua orang bisa dipercaya seratus persen bahkan orang terdekat.

“Makna dari peristiwa-peristiwa seperti itu maka mari mewaspadai orang terdekat, terutama ayah bisa saja melakukan hal seperti itu. Jadi orang tua patut juga “diwaspadai”, dalam tanda petik ya. Artinya istri ataupun orang terdekat yang lain harus ambil peran,” ungkapnya.

“Terhadap anak kandung pun harus ada kontrol, jangan sering tidur sama-sama. Anakmu sudah gadis, jangan sering dipeluk lagi, kontrol pengawasan dari semua pihak di rumah, istri. Memang kasus seperti itu banyak terjadi karena kontrol diri atas seks yang lemah. Kedua stimulus yang seks yang begitu kuat,” tambahnya.

Diketahui sebelumnya bahwa, Taruddin Deng Tompo, (50) warga Kabupaten Takalar tega mencabuli anak gadisnya sendiri, HJ 15 hingga hamil enam bulan.(*)


BACA JUGA