Dari Toraja untuk Dunia: Peran Sekolah dalam Mempersiapkan Generasi Siap Ekspor
Oleh: A. Nita Purnama, S.Pd., M.Pd
TANA TORAJA, GOSULSEL.COM — Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya alam dan keragaman budaya. Potensi tersebut menjadi modal kuat dalam mendorong kegiatan ekspor sebagai salah satu penopang utama perekonomian nasional. Pada tahun 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 258,8 miliar, menunjukkan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Sementara itu, data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menunjukkan bahwa jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) di Indonesia telah mencapai sekitar 66 juta unit dalam tahun 2023, dengan kontribusi besar terhadap PDB nasional. Namun ironisnya, hanya sekitar 15,7% dari total ekspor nasional yang berasal dari UMKM. Angka-angka ini menggarisbawahi kenyataan bahwa potensi ekonomi kita sangat besar, namun kesiapan pelaku ekonomi, khususnya generasi muda dan UMKM lokal untuk bersaing secara global masih perlu didorong secara sistematis. Dalam konteks ini pendidikan memiliki peranan strategis, bukan sekadar mengajar, membaca dan berhitung, tetapi membekali anak-anak kita agar siap terjun ke dunia ekspor.
Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi ekonomi lokal yang sangat kuat. Dikutip dari sebuah situs lokal Kebun Kopi Toraja menyebutkan bahwa untuk komoditas utama kopi Arabika, luas areal kebun di Kabupaten Tana Toraja tercatat sekitar 10.772 hektare, dengan hasil panen mencapai sekitar 3.567,82 ton pada tahun 2022. Wilayah Sulawesi Selatan, yang meliputi Toraja, merupakan salah satu penghasil kopi premium di Indonesia dengan nilai kopinya bisa menembus hingga Rp300.000 per kilogram di pasar ekspor. Sementara itu, pemerintah provinsi Sulawesi Selatan menyebut bahwa produk-produk kerajinan lokal, mulai dari tenun hingga ukiran khas Toraja, memiliki nilai seni yang tinggi dan mampu bersaing di pasar global. Ini menunjukkan adanya komitmen dan potensi dukungan untuk ekspor. Produk-produk ini bukan hanya sekadar komoditas, tetapi representasi identitas dan cerita panjang masyarakat Toraja, penyambung antara leluhur dan generasi penerus, antara budaya dan ekonomi. Sayangnya, kesadaran generasi muda khususnya siswa terhadap potensi ini sering kali masih terbatas. Banyak dari mereka yang cenderung melihat kopi, tenun, atau ukiran sebagai bagian dari tradisi sehari-hari, bukan sebagai peluang ekonomi global yang dapat memberi kontribusi maupun membuka masa depan yang lebih luas bagi diri sendiri, daerah, dan bangsa.
Oleh karena itu, sekolah menjadi ruang awal yang sangat penting dalam membentuk cara pandang baru. Pendidikan tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan pengetahuan, tetapi juga untuk menumbuhkan semangat, keberanian, dan visi yang lebih jauh. Pengenalan dunia ekspor kepada peserta didik dapat dimulai dari tahap sederhana, seperti memperkenalkan konsep rantai produksi, distribusi, perdagangan, dan peran pasar global. Anak-anak perlu melihat bagaimana sebuah produk lokal dapat memiliki nilai yang berbeda ketika masuk ke pasar internasional. Ketika siswa memahami bahwa kopi yang sehari-hari mereka lihat dapat dijual dan dinikmati oleh orang-orang di Jepang, Korea, atau Jerman, kesadaran mereka mengenai potensi diri dan daerah akan berkembang.
Di tingkat dasar, pengenalan ini dapat dilakukan melalui kegiatan observasi, kunjungan lapangan, atau pengenalan proses produksi tradisional. Misalnya, siswa diajak melihat proses pengolahan kopi dari panen hingga penjemuran. Di tingkat SMP, pembelajaran dapat diarahkan pada pemrosesan produk dan pengembangan kreativitas, seperti merancang kemasan sederhana atau membuat label produk. Sedangkan di tingkat SMA, kegiatan pembelajaran sudah dapat masuk ke ranah pemasaran digital, simulasi transaksi internasional, hingga penulisan deskripsi produk dalam bahasa asing. Dengan cara ini, pendidikan dilakukan secara bertahap, berkesinambungan, dan relevan dengan perkembangan usia peserta didik.
Proses pembelajaran berbasis proyek seperti ini dapat diwadahi melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila(P5). P5 memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar tidak hanya melalui teori, tetapi melalui pengalaman nyata yang melibatkan eksplorasi, kolaborasi, dan refleksi. Di Toraja, program P5 yang mengangkat tema kearifan lokal dilaksanakan dengan kegiatan pengenalan proses pembuatan kopi, tenun, dan ukiran. Sementara itu, P5 dengan tema kewirausahaan mendorong siswa untuk mengembangkan ide bisnis, menyusun strategi pemasaran, dan mengelola proses produksi sederhana.
Di sejumlah sekolah di Toraja, siswa diajak melakukan simulasi pengembangan produk berbasis komoditas lokal. Mereka memilih satu produk, seperti kopi Arabika Toraja atau syal tenun Toraja, kemudian merancang kemasan, menulis deskripsi produk yang menarik, menentukan target pasar luar negeri, serta membuat video promosi melalui media sosial. Hasil proyek kemudian dipresentasikan di hadapan guru dan orang tua, sehingga siswa dapat mengasah kemampuan komunikasi, tanggung jawab, dan keberanian tampil. Kegiatan ini terbukti mampu menumbuhkan perubahan cara pandang. Produk lokal yang semula dianggap biasa, kini dilihat sebagai komoditas bernilai tinggi yang berpotensi menembus pasar global. Sekolah juga menghadirkan pelaku usaha lokal yang telah berpengalaman dalam proses ekspor, sehingga siswa dapat memahami bahwa kegiatan ekspor bukanlah sesuatu yang jauh atau sulit dicapai, melainkan peluang nyata yang dapat diraih apabila dibentuk dengan pengetahuan dan keterampilan yang tepat.
Dalam menghadapi persaingan global, sekolah memiliki tanggung jawab untuk menyiapkan siswa agar tidak hanya memiliki pengetahuan, tetapi juga keterampilan abad 21. Literasi digital, kemampuan komunikasi lintas budaya, kreativitas dalam desain produk, kemampuan riset pasar, serta keberanian mengambil inisiatif merupakan unsur yang sangat penting untuk dikuasai. Program P5 menjadi sarana yang efektif dalam mengembangkan semuakemampuan tersebut karena pembelajaran dirancang melalui proses eksplorasi dan pemecahan masalah nyata, bukan sekadar hafalan materi.
Melalui pendidikan yang relevan dan kontekstual, sekolah di Toraja tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga membangun karakter dan identitas diri siswa sebagai bagian dari masyarakat daerah yang kaya potensi. Ketika siswa mampu melihat bahwa budaya dan kekayaan lokal bukan hanya warisan, tetapi juga modal ekonomi global, maka tumbuhlah kebanggaan dan motivasi untuk berkontribusi bagi daerah dan negara. Pendidikan menjadi jembatan penghubung antara tradisi dan masa depan, antara Toraja dan dunia.
Dengan demikian, mewujudkan mimpi Indonesia sebagai bangsa yang berdaya saing global dimulai dari ruang kelas. Dari tangan-tangan kecil yang mengolah kopi, dari benang yang ditenun menjadi kain bermotif, dari kayu yang diukir menjadi karya seni, lahir generasi yang tidak hanya mencintai budayanya, tetapi juga mampu membawa budayanya melintasi batas negeri. Dari Toraja untuk dunia, pendidikan memulainya, generasi mudalah yang akan mewujudkannya. (*)