Dihadiri Delegasi Kampus Sulampua, UMI Tuan Rumah Indonesia Future Leaders Camp Regional III
MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Universitas Muslim Indonesia (UMI) memiliki sejarah yang baik dalam melahirkan pemimpin (Leader) yang berkualitas. Hal tersebut dibuktikan dengan banyak luaran yang sukses menjadi pemimpin di berbagai leading sector mulai dar pemerintahan, swasta, industry, serta masih banyak lagi.
Capaian ini membuat UMI didaulat menjadi tuan rumah pelaksanaan Indonesia Future Leaders Camp (FLC) Regional tiga. Kegiatan yang digelar oleh Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Pendidikan TInggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) berlangsung di auditorium Al Jibra UMI, Jalan Urip Sumohardjo, Makassar, Rabu-Kamis (12-13/11/2025).
FLC Regional tiga yang dibuka langsung oleh Wakil Menteri Diktisaintek Prof. Stella Christie, BA, MA, PhD, ini diikuti oleh mahasiswa delegasi perguruan tinggi dari kawasan Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua).
Dalam kesempatan itu, menekankan pentingnya membangun ekosistem regenerasi kepemimpinan nasional yang kuat demi mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045. Untuk mewujudkannya, tentu dibutuhkan persiapan, berupa pembangunan kapasitas para pemuda sebagai calon pemimpin.
Lebih lanjut dalam materinya yang bertujuk Policy Making 1 SKS, Wamen Stella menekankan pentingnya melakukan analisis, untuk itu para peserta diminta untuk tidak hanya pasif mendengarkan, namun ikut berpikir terkait dampak, keterlaksanaan, dan resistansi.
“Sebagai pemimpin, Anda harus bisa berdiskusi dan membuka diri terhadap perbedaan. Itu yang namanya trigger warning. Hal itulah yang akan menjadi bekal sebagai pemimpin,” tegas Wamen Stella, menantang pola pikir para peserta FLC.
Konsepsi Analisis, Modal Utama Calon Pemimpin
Wamendiktisaintek memulai paparan dengan konsepsi Perang dunia ke II dimana ada sebuah fenomena unik di bidang militer dan science, yaitu how a helmet and a bullet riddled plane perfectly demonstrate survivor bias. Dari hal tersebut Wamen Stella menekankan bahwa membuat sebuah analisis bukanlah hal yang sepele.
Melalui kisah analisis pada masa perang dunia kala itu, para ilmuwan dan militer menganalisis pesawat-pesawat yang berhasil kembali dari medan tempur untuk menentukan bagian pesawat yang perlu diperkuat. Mereka menemukan banyak lubang tembakan pada bagian sayap dan memutuskan untuk memperkuat bagian tersebut.
“Namun ternyata keputusan itu salah, pesawat yang kembali justru adalah yang mampu bertahan meski sayapnya ditembak. Sementara pesawat yang jatuh yang tidak sempat dianalisis kemungkinan besar terkena tembakan di bagian vital lain yang justru tidak diperkuat. Inilah yang disebut survivor bias, kesalahan dalam menarik kesimpulan karena hanya menganalisis yang terlihat, bukan yang hilang atau gagal,” papar Wamen Stella.
Pendekatan dalam Analisis
Prof. Stella menyampaikan pentingnya pendekatan analitis dalam proses pengambilan kebijakan melalui tiga aspek utama, yakni Impact (Dampak), Feasibility (Keterlaksanaan), dan Resistance (Resistensi). Ketiga aspek ini, menurutnya, menjadi dasar penting dalam menentukan apakah sebuah kebijakan layak dijalankan atau tidak.
“Impact berarti memahami apa, untuk siapa, dan seberapa besar dampaknya. Sebuah kebijakan dinilai baik bukan hanya karena niatnya, tetapi karena dapat diukur hasilnya. Misalnya, kebijakan yang menyentuh jutaan mahasiswa dan dosen tentu memiliki tanggung jawab yang besar,” jelas Prof. Stella.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya analisis yang menyeluruh dan tidak terjebak pada frequency bias, yaitu kecenderungan mengambil kesimpulan hanya dari data yang mudah diingat atau tersedia di media. “Kalau analisis dilakukan setengah-setengah, maka kesimpulannya pun berpotensi salah,” ujarnya.
UMI Siap Implementasikan Program “Kampus Berdampak” sebagai Upaya Lahirkan Pemimpin Berkualitas
Sementara itu, Rektor UMI Prof. Dr. H Hambali Thalib, SH, MH, menegaskan bahwa UMI merupakan salah satu perguruan tinggi Islam tertua dan terbesar di Indonesia Timur. UMI didirikan pada 23 Juni 1954 dengan visi luhur Menjadi universitas unggul dan berdaya saing global yang berlandaskan nilai-nilai Islam
“Dengan fondasi keilmuan yang kokoh dan nilai-nilai Islam yang kuat, UMI terus menjadi pusat ilmu pengetahuan, moralitas, dan pengabdian bagi masyarakat,” tegas Prof. Hambali.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Hambali juga menyampaikan apresiasi atas diterbitkannya Kebijakan Strategis Renstra Kemdikti Saintek 2025–2029 serta panduan Program Kampus Berdampak yang baru saja diluncurkan.
Ia menegaskan bahwa UMI akan segera menyesuaikan arah kebijakan kampus dengan dokumen strategis nasional tersebut. Bagian dari upaya itu, UMI berkomitmen melahirkan luaran kepemimpinan yang berilmu amaliah, beramal ilmiah, dan berakhalaqul karimah, serta berdaya saing.
“Dengan penuh komitmen, dalam waktu paling lama dua minggu ke depan, UMI akan menyelesaikan dokumen implementasi Renstra dan Program Kampus Berdampak untuk dimasukkan ke dalam Rencana Anggaran Amanah Tahunan (RAAT) UMI Tahun 2026 dan tahun-tahun berikutnya,” ujarnya.
Kawasan Timur Indonesia Sebagai Pendorong Kemajuan Nasional
Menutup sambutannya, Rektor UMI menegaskan kesiapan kampusnya menjadi mitra strategis Kemdikti Saintek, baik sebagai tuan rumah, pelaksana, maupun mitra kolaboratif dalam berbagai program nasional di bidang kemahasiswaan, riset, inovasi, dan pengabdian kepada masyarakat.
“Kami meyakini, kolaborasi antara kementerian dan perguruan tinggi bukan sekadar kerja teknis, melainkan ikhtiar bersama untuk melahirkan generasi muda yang siap memimpin masa depan dengan akhlak, ilmu, dan tanggung jawab,” tutur Prof. Hambali.
Ia menutup dengan penegasan bahwa Kawasan Timur Indonesia harus menjadi pendorong utama kemajuan pendidikan tinggi nasional, bukan sekadar pelengkap. (*)