FGD dengan tema Peningkatan akses pasar serta pengembangan produk utama dan produk samping kelapa berbasis kelompok tani, yang digelar di Palembang, 10-12 November 2020

Dukung Pemulihan Ekonomi, Kementan Fasilitasi Kerjasama Petani Kelapa dengan Pengusaha

Sabtu, 14 November 2020 | 10:25 Wita - Editor: Andi Nita Purnama -

PALEMBANG, GOSULSEL.COM — Sektor pertanian menjadi salah satu andalan pemerintah dalam pemulihan ekonomi yang mengalami resesi akibat pandemi Covid-19. Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Perkebunan terus berupaya mendorong peningkatan produksi dan kerjasama antara petani dengan pengusaha untuk menciptakan nilai tambah dari produksi petani.

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 pertumbuhan ekspor komoditas pertanian dan pertanian menjadi penyumbang pertumbuhan tertinggi untuk perekonomian Indonesia.

“Intinya, sektor pertanian memiliki kekuatan yang sangat besar dan sektor yang paling siap untuk menunjang pertumbuhan ekonomi makro,” ucapnya saat memberikan sambutan pada ekspose inovasi tanaman hias di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), Cipanas, Kabupaten Cianjur, Kamis (12/11/2020).

Sementara itu, Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono mengatakan pihaknya terus melakukan upaya-upaya akselerasi peningkatan ekspor 3 kali lipat (Gratieks) melalui peningkaran produksi, nilai tambah dan daya saing (Grasida), tentunya dengan mengedepankan penguatan kelompok tani berbasis korporasi petani di kawasan pengembangan.

“Melalui penguatan kelembagaan petani ini akan ada jaminan standarisasi kualitas dan keberlanjutan usaha hingga peningkatan kesejahteraan petani sebagai outcome yang harus kita tuju,” ucapnya pada Focus Group Discussion (FGD) Peningkatan Akses Pasar Serta Pengembangan Produk Utama dan Produk Samping Kelapa Berbasis Kelompok Tani, di Palembang, Selasa (10/11/2020).

Saat ini sebagian besar petani kelapa memproduksi kelapa dalam bentuk kopra, sedangkan potensi produk turunan kelapa lainnya baik produk utama maupun produk samping sangat besar.

Untuk itu, papar Kasdi, pelaksanaan FGD kelapa tidak hanya membahas persoalan nilai tambah produk kelapa, tapi bagaimana mencari pasarnya, meningkatkan akses pasarnya. “Kita mengundang Atase Perdagangan Beijing, China untuk membicarkan potensi pasar dan hambatan ekspor produk kelapa Indonesia terutama di masa pandemi Covid-19, karena China adalah salah satu negara tujuan ekspor terbesar kelapa Indonesia,” paparnya.

Dalam FGD tersebut dilakukan penandatanganan kesepakatan kerjasama antara 20 Kelompok Tani Kelapa dari Sumatera Selatan PT. Mahligai Indococo Fiber (Pelaku usaha Sabut Kelapa dari Bandar Lampung), PT. Raksasa Cipta Niscala, CV. Amran Sulaiman (pelaku usaha Charcoal dari Sumatera Selatan), dan CV. Agro Mandiri Internusa(Pelaku usaha Batok Kelapa dan Kopra dari Sumatera Selatan).

Kasdi berharap tercapainya kesepakatan kerjasama tersebut mampu mendorong percepatan ekspor pada triwulan ke-4 tahun 2020. “Perekonomian negara dapat terdongkrak naik untuk mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemi. terutama di sektor pertanian,” ucapnya.

Ditambahkannya, hingga triwulan ke-3 tahun 2020, hanya sektor pertanian secara year on year tumbuh positif 2,15% terhadap PDB nasional. Sub sektor perkebunan turut berkontribusi besar terhadap pembentukan nilai PDB sektor pertanian.

Saat ini kelapa berada pada peringkat ke-4 kontribusinya sebagai penyumbang devisa setelah sawit, karet dan kakao. Mengacu pada data BPS, hingga triwulan ke-3 tahun 2020, ekspor kelapa Indonesia sebesar 1,53 juta ton atau senilai USD 819,26 juta. Angka volume ekspor ini tercatat meningkat 14% dan 27% dari sisi nilai ekspor dibandingkan periode yang sama tahun 2019.

Hal senada juga disampaikan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Dedi Junaedi. Menurutnya, tantangan pengembangan kelapa nasional tidak hanya persoalan produktivitas tetapi juga nilai tambah yang sangat butuh perhatian yang besar.

Di tengah pandemi ini, Papar Dedi, pada hakikatnya produk kelapa seperti VCO semakin meningkat kebutuhannya karena memiliki kandungan antioksidan yang baik untuk daya tahan tubuh. “Tentunya perlu inovasi-inovasi yang lebih baik lagi di sisi petani dan pelaku usaha agar produk kelapa ini mendapat branding yang positif dalam hal pemasarannya,” ucapnya.

Selain itu, tambah Dedi, sabut kelapa/coco fibre juga yang memiliki potensi sangat besar untuk bahan baku industry jok dan dashboard kendaraan, media tanaman dan alat rumah tangga lainnya. “Tidak kalah potensinya untuk bahan bakar, adalah charcoal yang saat ini banyak diminati di negara kawasan Timur Tengah dan Eropa,” tambahnya.

Menurut Dedi, peningkatan daya saing produk perkebunan, khususnya kelapa, dapat dilakukan selain melalui kegiatan promosi, juga melalui upaya diplomasi perundingan baik dalam skema PTA, FTA maupun CEPA yang sedang berjalan. Bisa juga melalui upaya inisiatif baru dengan negara lain secara bilateral dan regional.

“Teknologi Informasi akan menjadi suatu kepatutan dalam sistem perdagangan komoditas ekspor. Penggunaan IT dalam bentuk Marketing Online Platform juga diharapkan dapat mendukung untuk setiap aktivitas promosi,” pungkasnya.(*)


BACA JUGA