Kapal bagang milik nelayan Paotere. (Foto: Andi Dahrul Mahfud/GoSulsel.com)

Ini Dia 8 Mitos Seputar Aktivitas Melaut Nelayan di Paotere

Selasa, 13 Oktober 2015 | 15:12 Wita - Editor: Nilam Indahsari - Reporter: Andi Dahrul Mahfud - GoSulsel.com

Makassar, GoSulsel.com – Pelabuhan Rakyat Paotere terkenal di Makassar sebagai salah pusat niaga nelayan. Di sepanjang jalan di pelabuhan ini, berjejer warung yang menjual aneka makanan, termasuk olahan hasil tangkap nelayan. Sedangkan di dermaga, para nelayan ada yang langsung menjual ikan-ikan mereka ke konsumen atau ke pengepul.

Para nelayan di daerah ini menggunakan kapal bagang untuk menangkap ikan. Moda transportasi laut ini dinakhodai 7-12 awak untuk mencari ikan di tengah laut. Kapal ini bisa kita jumpai di pulau-pulau yang punya hasil laut banyak di Pulau Sulawesi. Namun, jangan berharap menemukannya bersandar di bibir pelabuhan. Sebab pinggiran pelabuhan Paotere tidak mencukup untuk berlabuh.

pt-vale-indonesia

“Mana bisa berlabuh, rangka kapalnya juga besar. Jelas tidak bisa singgah di Paotere. Cuman hasil tangkapan bagang itu dibawa sama kapal jolloro’. Dan hasil tersebut dijual di sekitar situ (pelabuhan),” ujar Amiruddin, nelayan di Paotere, kepada GoSulsel.com, Selasa (13/10).

Dalam usaha mencari ikan di tengah laut, para nelayan di daerah ini punya beberapa mitos yang telah berlangsung sejak dulu kala. Berikut mitos-mitos itu:

Tak Boleh Ada Perempuan

Perempuan dilarang ikut naik di kapal saat melaut. Menurut kepercayaan warga di sana, perempuan hanya boleh beraktivitas di dalam rumah dan tugas seorang lelaki harus mencari nafkah.

Jangan Melaut pada Selasa & Kamis!

Para nelayan tidak diperbolehkan melaut (mencari ikan) pada Selasa dan Kamis. Kedua hari ini dipercaya bukan hari yang baik untuk melaut.

Tak Boleh Kaki Kiri Dulu

Sama halnya dengan ajaran Islam yang mewajibkan mendahulukan kaki kanan ketika masuk ke tempat-tempat yang dianggap tak kotor. Sebelum naik kapal, para nelayan juga harus memulai dengan kaki kanan.

Jangan Buang Piring, Sendok, dan Panci!

Saat berada di tengah laut, para nelayan tidak dibolehkan membuang piring, sendok, dan panci. Jika hal itu terjadi, maka nelayan itu harus turun menyelam mengambil benda itu. Jika tidak, maka nelayan harus bergegas pulang dan kembali dari awal pada saat ingin berangkat menangkap ikan.

Jangan Bercukur!

Saat melaut, para nelayan dilarang untuk mencukur kumis dan janggut mereka. Namun, mereka tetap dibolehkan untuk mencabut keduanya.

Anak Tak Boleh Menangis

Anak tak boleh menagis saat maghrib apabila ditinggal oleh ayahnya melaut. Tak hanya sang ayah, tapi juga ketika kakak lelakinya yang pergi.

Jangan Tidur Tengkurap!

Nelayan yang berada di tengah laut, saat tidur atau baring dilarang untuk tengkurap. Sama dengan mitos-mitos sebelumnya, pantangan ini tak punya penjelasan dari Amiruddin.

Burung di Langit Petanda Rezeki

Saat ingin berangkat melaut, para nelayan biasanya menengadah ke langit. Jika di sana melayang banyak burung, itu diyakini sebagai petanda hasil tangkapan akan sangat banyak.

Sebagai seorang muslim, Amiruddin tetap percaya dengan kekuasaan Tuhan yang mendatangkan rezeki. Tapi sebagai salah seorang nelayan di pelabuhan itu, Amir tak lakukan berbagai pantangan yang sudah jadi kepercayaan di tanah tempatnya meraih rezeki.


BACA JUGA