Salah satu sudut Pasar Terong. (Foto: daenggassing.com)

Jelang 10 Muharram, Ibu-Ibu Rumah Tangga Padati Pasar Terong

Selasa, 20 Oktober 2015 | 18:31 Wita - Editor: Nilam Indahsari - Reporter: Sutriani Nina - Go Cakrawala

Halaman 1

Makassar, GoSulsel.com – Minus 3 hari dari 10 Muharram 1437 Hijriah, ibu-ibu rumah tangga terlihat telah memadati Pasar Terong, utamanya lapak-lapak penjual barang pecah belah dan peralatan dapur. Bahkan macet dan suara klakson terus berbunyi.

“Kita itu tidak akan pikir berapa keluar uangnya. Karena memang tiap tahun begini, kita akan mengeluarkan uang untuk membeli gayung, ember, sendok nasi, garpu, gantungan baju, banyak. Ini sementara mau pilih ember. Mungkin sekitar Rp 200 ribu habis ini,” aku Humairah, warga dari Jalan Pongtiku.

pt-vale-indonesia

Yang jelasnya, lanjut dia, ini sudah jadi kebiasaan turun temurun dari keluarga. Bisa dibilang tradisi yang diwariskan oleh para tetua.

“Lagipula, kita sudah persiapkan uang untuk membeli barang seperti ini kok. Katanya, supaya barang yang dibeli di tanggal ini berberkah,” tambahnya lagi.

Karena barang yang terlalu banyak dibeli, Humairah tampak sedang kerepotan membawa belanjaan. Selain peralatan dapur dan rumah tangga, baju juga termasuk dagangan lain yang sama larisnya.

Halaman 2

Sementara itu, para pedagang yang sudah tahu kebiasaan masyarakat Makassar pun sudah berbenah diri jauh-jauh hari sebelumnya.

“Sudah sebulan lalu kami tambah stok alat rumah tangga, sebab kejadiannya akan seperti ini, ibu-ibu pada berdatangan mencari alat dapur,” kata Saiful, pedagang barang plastik yang sudah hampir 5 tahun berdagang di Pasar Terong.

Menurut Iful, sapaan dekatnya, barang-barang seperti ember, gayung, dan baskom, disiapkannya masing-masing sebanyak kurang lebih 10 lusin.

“Itumi barang yang banyak nacari orang,” katanya sambil mengatur baskom yang sudah diaduk-aduk pembeli.

Alasan masyarakat Makassar bahkan di daerah lain yang ada di Sulawesi menjadikan 10 Muharram dalam penanggalan Hijriah sebagai “Hari Belanja Peralatan Dapur” sebenarnya hingga sekarang juga tidak diketahui pasti oleh Iful.

Halaman 3

“Kebiasaan orang di sini. Biar nda butuh gayung atau ember, tapi karena ramai orang beli, masyarakat yang lain juga ikut beli,” bebernya lagi.

Tapi Saiful dapat memprediksi bahwa tradisi itu ada hubungannya dengan Muharram yang merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriah. Istilah kerennya, tahun baru.

“Mungkin, sebagai salah satu momentumnya orang untuk menyambut tahun baru lah istilahnya,” katanya, menduga-duga.

Saiful mengaku, keuntungannya dari penjualan jelang 10 Muharram ini melonjak berkali lipat dibandingkan hari biasanya.

“Ramainya bisa tiga kali lipat dari hari biasa. Kalau dari sisi keuntungan, bisa Rp 7 sampai Rp 10 juta saya dapat sehari itu,” akunya.

Tags:

BACA JUGA