Balla Kacayya, Rumah Atase RRC Pertama yang Diabaikan Dinpar Makassar
Halaman 1
Makassar, GoSulsel.com – Balla Kacayya. Demikian orang-orang menamai bangunan yang merupakan salah satu peninggalan sejarah kota ini. Bangunan ini merupakan tempat peristirahatan Intje Koemala, istri dari Major Thoeng Liong Hioe. Sedangkan Major Thoeng sendiri adalah atase militer pertama dari Republik Rakyat China (kini Republik Rakyat Tiongkok). Ia ditugaskan di Makassar pertama kali sekitar tahun 1920.
Balla Kacayya dalam bahasa Makassar berarti rumah kaca. Dinamai seperti itu karena sebagian bangunan ini berbahan kaca. Pada tahun 1932 di Makassar, baru rumah ini yang menggunakan kaca. Itu sebabnya, para warga menjulukinya demikian.
“Nama Balla Kacayya karena rumah kaca di tahun 1932 dan belum ada rumah kaca selain villa itu,” kata cicit Intje Koemala, Samsuddin Sammi (65), saat ditemui di Balla Kacayya, di Kelurahan Buloa, kepada GoSulsel.com, Minggu (22/11/2015).
Kepada GoSulsel.com, Samsuddin menceritakan, bahwa tempat ini dulunya jadi tempat
peristirahatan Intje bersama Major Theong. Sebelumnya, mereka mengunjungi kebun kelapa dan empang milik Intje. Namun tempat bersejarah ini seakan hilang dari sejarah dan cerita masyarakat, terlebih perhatian dari Dinas Pariwisata Kota Makassar.
“Balla Kacayya, dibangun tahun 1934 ini memiliki banyak sejarah. Soekarno pernah ke Balla Kacayya, tapi saya lupa tahun berapa. Habibie juga pernah ke sini sekitar tahun ’80-an,” kisahnya.
Halaman 2
Balla Kacayya yang terletak di Kelurahan Buloa Kecamatan Tallo, tepatnya berada di samping Tol Reformasi ini, kini ditinggali oleh Samsuddin bersama cucunya. Dulu, rumah ini jarang ditinggali Major Theong bersama Intje karena mereka memiliki rumah di Jl Dr Soetomo yang kini telah dijual.
Menurut Samsuddin, Major Theong paling berjasa bagi Indonesia dalam peristiwa pembantaian 40 ribu jiwa di Sulawesi Selatan yang didalangi oleh Westerling. Musababnya, karena tongkat penghargaan milik Major Theong yang diberikan sebagai lencana oleh Ratu Belanda. Benda itu memberinya kewenangan memerintah pemberhentian pembantaian itu dengan alasan yang dibunuh itu warga yang merupakan tenaga pekerja kebun dan empang milik istrinya yang terletak di sekitar Balla Kacayya.
“Karena tongkat itu, dia berhak memerintahkan Belanda, karena tongkat lencana itu,”
terangnya.
Major Theong mati dibunuh oleh tentara Jepang tahun 1942 karena diduga sebagai mata-mata Belanda. Major Theong disemayamkan di Cerata’pampang, Jl Irian, kemudian dipindahkan ke Bantu Jangang (sekarang Kantor Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel)). Karena alasan pembangunan, kubur itu dipindahkan ke Bolangi, Kabupaten Gowa. Sedangkan Intje meninggal dunia pada 1957 karena sakit dan dikuburkan bersampingan dengan kubur Major Theong.
Hingga kini Kantor Departemen Kehakiman dan HAM RI kantor Wilayah Sulsel juga Balai Harta Peninggalan Sejarah mencatat kekayaan milik Intje Koemala. Kekayaan itu berupa tanah seluas 104,99 Ha yang terbentang di beberapa kelurahan yang terletak di Kecamatan Tallo dengan bukti administrasi berupa surat riwayat tanah dan bukti Balla Kacayya.(*)