Ojek Payung
Seorang anak yang bekerja sebagai ojek payung sedang mencari pelanggan di Mal Panakkukang, Kamis (17/12/2015). (Foto: Muhaimin/GoSulsel.com)

Berkah Hujan bagi Bocah Ojek Payung di Mal Panakkukang Makassar

Jumat, 18 Desember 2015 | 17:34 Wita - Editor: Nilam Indahsari - Reporter: Andi Dahrul Mahfud - GoSulsel.com

Halaman 1

Makassar, GoSulsel.com – Hujan deras tak membuat semua orang berdiam diri. Semisal mereka yang terlihat keluar masuk di Mal Panakkukang. Namun kadang tak banyak dari mereka yang membawa payung.

Kealpaan ini yang ditangkap sebagai peluang bagi sebagian bocah yang tinggal di sekitar mal itu. Mereka menawarkan jasa ojek payung kepada para pengunjung. Salah seorang di antara mereka bernama Wardania yang telah melakoni pekerjaan ini selama 2 tahun.

pt-vale-indonesia

“Sudah 2 tahunma kerja begini. Awalnya dari ibuku dan kakak-kakakku. Awal mulanya gerbang masih ada di ujung parkiran Jl Bougenville. Di sana saya sama ibuku pertama kali jadi ojek payung,” ungkap Wardania saat berjumpa dengan GoSulsel.com, Kamis (17/12/2015).

Menurut pantauan GoSulsel.com, tiap kali hujan terutama di area Mal Panakkukang, terlihat pemandangan yang berbeda. Berbekal payung ukuran besar, sekelompok anak-anak berusia sekitar 7 hingga belasan tahun ramaikan area itu. Apalagi di bagian lahan parkir.

“Biasanya Rp 2 ribu ji nakasika’ orang, tapi ada juga sampai Rp 5 ribu. Seharinya bisa dapat sampai Rp 50 ribu,” ujar Nia yang sedang berteduh.

Halaman 2

Menurutnya, meski pakaian yang dikenakan basah kuyup akibat guyuran hujan, tak buat ia jadi surut bekerja. Ia biasa datang seorang diri menawarkan jasa atau berkelompok dengan kawan-kawan sebaya atau yang lebih tua.

Jauh sebelum ia terjun sebagai ojek payung, ibu dan kakaknya lah yang pertama kali menjalani pekerjaan itu.

Katanya berkisah, “Sambil bantu-bantu ibu sama bapak cari uang. Dalam sehari saya ber-4 dapat Rp 200 ribu dalam semalam. Bantu-bantu toh orang di rumah. Bapakku kerjanya pete-pete ji jadi haruski bantuki cari uang.”

Karena pekerjaan ini, Wardania biasa telat masuk sekolah. Namun, ia sadar kalau itu adalah 1 risiko yang harus ia tempuh jika ingin mencoba bertahan hidup di tengah kota.(*)


BACA JUGA