Kampung Buku, Jadi Tujuan Peneliti Asing yang Ingin Belajar Budaya Sulsel
Halaman 1
Makassar, Gosulsel.com – Kampung Buku. Sekilas mendengarnya, yang terbayang adalah suasana pedesaan dengan penyajian aneka macam buku bacaan yang tersusun rapi dengan konsep alam. Tapi ternyata bayangan itu tak sepenuhnya benar.
Kampung Buku memang menyediakan buku, tapi letaknya di kota, tepatnya Makassar.
Kampung Buku ini dikelola oleh seorang lelaki bernama Anwar Jimpe Rachman atau kerap disapa Jimpe. Ia merintis rumah baca ini di tahun 2008.
“Akhir 2008 kita bikin (Kampung Buku di tempatnya sekarang). Sebelumnya digunakan oleh salah 1 orang Komunitas Ininnawa. Kan dulunya di sini kantornya Ininnawa yang merupakan salah 1 penerbit buku di Makassar,” kenang Jimpe saat dijumpai di Kampung Buku, Jumat (20/12/2015).
Menurut Jimpe, pendirian rumah baca yang beralamat di Jl Abdullah Daeng Sirua 192 E ini untuk menambah minat baca.
“Tujuan sebenarnya apa ya? Menambah minat bacaji bagi yang mau membaca. Soalnya kita tidak mungkin mengajak orang baca buku padahal dirinya sendiri tidak pernah baca buku,” kata Jimpe sambil tertawa.
Halaman 2
Lebih lanjut Jimpe bercerita, Kampung Buku yang digarapnya merupakan perpustakaan berbasis komunitas dengan bermacam koleksi buku. Mulai dari buku literasi budaya dan isu politik, sampai serial komik, dan majalah khusus wanita, musik, dan seni rupa.
“Kampung buku sendiri awalnya perpustakaan internal penerbit Ininnawa. Lantaran pertambahan koleksi, Ininnawa lantas membukanya untuk umum. Langkah ini ditempuh sebagai pengembangan upaya komunitas dalam mendukung minat baca,” katanya.
Rumah baca ini tampak sama dengan yang lain di Makassar, tapi tetap saja ada hal berbeda yang ditawarkan. Salah 1 perbedaan itu adalah pembuatan buku hasil terjemahan.
“Biasaya aktivitas kita itu diskusi berbagai macam hal, di samping dari fungsi sebagai rumah baca. Di sini juga kita punya aktivitas dimana kita membuat sebuah salinan buku yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Biasanya kan ada buku isinya Bahasa Inggris semua. Nah, itu kita terjemahkan dan kita buat dalam sebuah buku untuk kita jual,” terangnya.
Dia mengaku, sejak berdirinya Kampung Buku ini, sudah banyak peneliti asing dari berbagai sudut negara yang sudah datang untuk belajar. Mereka mencari bahan untuk referensinya soal budaya dan sebagainya.
Halaman 3
“Biasanya kita sering kedatangan peneliti asing. Yah, dari semua negara. Baca buku di sini, cari referensi dan sebagainya. Mulai dari mahasiswa S2 sampai S3 dari luar negeri, untuk bikin laporan katanya,” cerita Jimpe kepada GoSulsel.com.
Sebagaimana konsep perpustakaan lazimnya, pengunjung Kampung Buku bisa mengisi waktu kosongnya dengan membaca buku di tempat. Para warga-nya juga dapat meminjam buku selama beberapa hari dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebutan “warga” merupakan sebutan khusus bagi para anggota Kampung Buku.
“Biaya administrasi untuk menjadi warga Kampung Buku dikenakan tarif Rp 50 ribu. Setelah itu, dapat pinjaman buku 3 buah free di awal. Setelah itu, kalau mau pinjam buku lagi, itu sudah dikenakan tarif Rp 1 ribu per judulnya selama sehari. Dananya itu dipakai buat beli buku lagi. Begitu,” ungkapnya.
Selain buku, Kampung Buku juga menyediakan berbagai sarana akses internet bagi warganya. Kata Jimpe, akses itu dijadikan pendukung upaya pengembangan Kampung Buku sebagai perpustakaan kalangan umum dan mahasiswa. Kampung Buku juga menyediakan ruang untuk berbincang atau berdiskusi di bagian serambi rumahnya.
Berikut foto-fotonya:
Halaman 4
Halaman 5
Halaman 6
(*)