Tangan Pengrajin Mainan Kuda Kayu Makassar yang “Diamputasi” Smartphone
Halaman 1
Makassar, GoSulsel.com – Nur Rahman dulunya adalah seorang pengrajin kayu. Dengan keterampilannya memahat, ia pun berhasil membuat mainan kuda kayu dari tangannya sendiri.
Dalam percakapannya bersama GoSulsel.com, Maman bercerita soal keuntungan dan bagaimana hidupnya selama berjualan di Makassar.
“Saya sudah ada di sini sejak sebelum Pak Soeharto lengser. Itu sekitar 1996. Awalnya saya jualan itu cuman kuda-kuda kayu yang kebetulan saat itu laris manis di sini,” kisah Maman yang berbincang dengan GoSulsel.com di serambi rumahnya, Rabu (23/12/2015).
Namun, ternyata zaman tak selalu berpihak pada keterampilannya itu.
“Setelah itu, sejak memasuki era modern, tersingkirlah bakat saya sebagai pembuat kuda kayu. Hingga akhirnya kembali dari nol menekuni usaha wahana TK ini,” katanya.
Halaman 2
Seiring harga telepon selular yang kian menurun dan juga lebih canggih, tangannya pun seolah lumpuh. Anak-anak zaman sekarang lebih banyak akrab dengan mainan-mainan yang disediakan oleh fitur games atau game online yang bisa diakses menggunakan smartphone.
“Jujur saja, semenjak ada handphone canggih, pendapatan juga kian berkurang. Sudah kurang peminat juga. Tapi syukurnya masih ada sebagian dari sekolah taman kanak-kanak yang masih memesan, itu khusus di Kota Makassar saja,” katanya.
Tahun ke tahun, usaha yang digelutinya kian berkurang dengan umur yang sudah tua, Maman sudah tidak sepenuhnya lagi kuat, tak seperti waktu masih mudanya.
5 tahun belakangan ini, untuk menghidupi keluarganya, Maman memilih untuk menjual berbagai wahana yang diproduksi di Jawa, tepatnya Malang. Ada komedi putar yang digerakkan menggunakan tenaga manual seperti cangkir putar, ada juga ayunan, dan perosotan.
“Cara kerjanya cukup gampang kok. Sama halnya dengan wahana yang kita temukan di taman kanak-kanak, yang dijual di sini juga sama. Tapi biasanya yang di taman kanak-kanak permanen, sedangkan ini bongkar pasang,” terang Maman.
Halaman 3
Harganya pun bervariasi. Mulai dari Rp 2 hingga 3 jutaan.
“Harganya bervariasi, untuk cangkir putar yang besar dan kecil, saya jual Rp 2 sampai 3 jutaan. Sedangkan ayunan besar hingga kecil, harganya tidak terlau jauh beda dari cangkir putar,” ungkapnya.
Meski di kota pesanannya tak terlalu banyak, namun Maman mengaku, jualannya masih cukup laris di luar Makassar. Ia masih sering mendapat pesanan dalam skala cukup besar dari Bone, Toraja, dan Parepare.
Sambil asyik membalut wahanaya dengan kain, Maman juga bercerita tujuannya menjual wahana yang ditekuninya ini. Ia ingin mengembalikan keceriaan anak-anak yang sudah melupakan permainan ini.
Maman dan istrinya saat ini hanya tinggal ber-2 di Jl Urip Sumoharjo, depan Universitas Bosowa Makassar. Tiap bulan mereka ber-2 bekerja demi menafkahi anak-anak mereka yang ditinggal di kampung.
Berikut foto-fotonya:
Halaman 4
Halaman 5
Halaman 6
(*)