Belajar dengan Cara Kreatif Inspiratif Semakin Tumbuh di Maros

Sabtu, 20 Agustus 2016 | 21:24 Wita - Editor: Muhammad Seilessy -

Maros, GoSulsel.com –  Untuk membuat penjumlahan dan pengurangan menjadi menarik, Azis guru dari SDN 189 Inpres Cambajawa tidak menggunakan cara-cara konvensional lewat yang tertera di buku paket, tapi  menggunakan bambu yang sudah dipilah-pilah menjadi seperti tusuk sate. Dengan tambahan gelang karet, anak-anak melakukan penjumlahan dan pengurangan dengan cara bermain. Siswa-siswa menjadi terlibat aktif dalam pembelajaran  karena senang dengan permainan tersebut. “Mereka merasa seperti mau menjual sate,” ujar pak Azis, 20 Agustus 2016.

Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, Ibu Badaria dari SDN 178 Bontoa Maros, mengajar siswa kelas IV  mengarang dengan cara efektif dan sederhana. Tiap hari dia meminta para siswa menuliskan kegiatan hariannya yang baru dengan cara singkat. Di akhir minggu, mereka difasilitasi  merangkai semua kalimat  yang disusun selama lima hari sebelumnya dalam sebuah karangan singkat. Dengan cara ini, siswa-siswanya kini sudah pandai mengarang dengan tulisan lumayan panjang. Ia sebut metode bimbingannya  “Cahasi” (Catatan Harian Siswa) dan merupakan bagian dari upaya ibu ini untuk menggerakkan literasi.

pt-vale-indonesia

Lain lagi dengan Irmawati  Guru Kelas III SDN 172 Inpres Limapoccoe. Dia menggunakan buku besar untuk mengajar siswa bercerita. Buku besar tersebut berisi gambar dan cerita apa saja. Cerita berkebun, rumah kakek, dan lain-lain.  Siswa kemudian diminta untuk berpasangan dan bertanya pada sahabatnya;  apa ceritanya, dimana? Siapa? Kapan? Mengapa? Yang mana? Bagaimana? Dari hasil pertanyaan itu dirangkum jadi satu tulisan sendiri, dan diceritakan sendiri dengan bahasa mereka sendiri. “Semenjak kecil siswa jadi diajari bertanya dan menyusun kalimat dengn prinsip 5W 1H, yang biasa digunakan para wartawan,” ujar Irmawati.

Para guru kelas satu yang  menerapkan pembelajaran tematis atau satu kali kegiatan dengan gabungan mata pelajaran  juga kreatif mengembangkan pengajarannya. Seperti ibu Salwati dari SD 2 Maros. Dia mengajar kelas satu  menanam pohon kacang hijau sebagai bagian pelajaran IPA. Tiap hari anak-anak diminta  merawat dan mencatat pertumbuhannya. Dan ketika sudah tumbuh daun-daunnya. Mereka diminta melaporkan dalam tulisan sederhana pertumbuhannya tersebut sebagai bagian pelajaran Bahasa Indonesia. “Anak-anak semenjak kecil sudah difasilitasi melakukan observasi, menemukan sendiri pengetahuan tentang pertumbuhan tumbuhan, dan juga melaporkan dengan cara yang amat sederhana,” ujar Salwati.

Banyaknya praktik baik di Maros tak lepas dari kepala sekolah yang semakin mengetahui bagaimana menilai kinerja guru dalam pembelajaran. “Dalam pertemuan rutin antar kepala sekolah, mereka diarahkan untuk semakin mengetahui cara menilai  fakta-fakta pembelajaran di sekolah, sehingga hasil evaluasinya benar-benar bisa meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah-sekolah di Maros,” ujar Alimuddin, pengawas sekolah yang sekaligus Koordinator Fasilitator Daerah USAID PRIORITAS Maros.

Contoh-contoh kreatifitas kegiatan dan pembelajaran di atas hanya sebagian saja dari puluhan praktek-praktek baik pendidikan yang ditulis oleh 34 orang fasilitator daerah USAID PRIORITAS yang berkumpul pada acara Penulisan Buku Praktik Baik Pendidikan di Maros.

“Banyak praktik baik pendidikan di Maros yang muncul karena penerapan pembelajaran aktif akan kita susun menjadi buku praktik baik pendidikan kabupaten Maros. Langkah-langkah melakukan hal-hal yang kreatif tersebut akan kita tuangkan dalam buku tersebut, sehingga semua pendidik yang lain bisa meniru atau mengadopsinya,” ujar Alimuddin Assegaf (*)


BACA JUGA