FOTO: Kue khas Makassar Bannang-bannang selalu ada di setiap perjamuan pesta pernikahan/Kamis, 22 Desember 2016/Andi Nita Purnama/Gosulsel.com

Menyesap Makna di Balik Kusutnya Kue Bannang-Bannang

Kamis, 22 Desember 2016 | 17:19 Wita - Editor: Irwan Idris - Reporter: A Nita Purnama - GoSulsel.com

Makassar, Gosulsel.com – Bentuknya seperti benang yang dijalin silang-menyilang, rapi, namun sangat sulit untuk dipisahkan. Mungkin itulah alasan mengapa masyarakat memberinya namanya Bannang-bannang, yang dalam bahasa Makassar artinya benang-benang.

Bannang-bannang kerap dimaknai sebagai simbolisasi dari hubungan yang saling kait mengait, itulah mengapa kue ini selalu hadir dalam upacara pernikahan sebagai perlambang saling terkaitnya dan eratnya hubungan antara dua keluarga yang sedang melaksanakan upacara pernikahan.

pt-vale-indonesia

Dalam budaya tutur Bahasa Makassar, Kanrejawa (Kue) Bannang-bannang memiliki pengertian mendalam akan makna kehidupan, seperti yang biasa didengar dari orangtua melalui tuturannya seperti, “Angtu Bannang-Bannanga Nak, Kanrejawa Karaeng, Kasaba’ tani asseng pokokna, tani asseng cappana, rellaki tani asseng manna mamo te’nenaerang”. Kurang lebih bermakna, seorang manusia bangsawan, tak terlalu mempermasalahkan, apakah orang tahu atau tidak siapa dia, dan dia ikhlas akan hal itu, dia tak terlalu mempermasalahkan walau jelas-jelas manis yang dibawa dalam masyarakat

Kue ini bagai benang kusut, boleh jadi setiap manusia kebanyakan akan mempertanyakan asal usulnya, namun kepada dirinya dia tahu bahwa Sang Maha menciptakannya tahu
siapa dia sebenarnya.

Banyak orang yang berpikir cara membuat kanrejawa Bannang-bannang ini amat rumit. Karena harus menjalinnya satu persatu sampai terbentuk sesuai hasil yang diinginkan serta membutuhkan ketekunan dan kerapian tingkat tinggi.

Ternyata setelah diperhatikan justru sangat mudah. Adonan yang terbuat dari tepung beras hanya perlu dimasukkan dalam batok kelapa yang dibentuk menyerupai timba (dengan pegangan), dan bagian bawahnya dilubangi untuk keluarnya adonan yang berbentuk cair. Setelah minyak goreng dalam wajan telah panas, maka cairan dimasukkan seperti membuat kue dadar, dilipat dalam minyak berbentuk segi empat (atau segitiga, sesuai keinginan). Diangkat saat kue sudah berwarna, didinginkan, lalu disiram gula merah yang telah dilelehkan atau dengan pewarna makanan yang diinginkan.

Penggunaan batok kelapa sebagai cetakan tergolong unik, kan? Pembuatannya yang masih tradisional memiliki nilai estetika tersendiri. Begitulah cerita kuliner tradisi nenek moyang yang patut kita jaga.

Kanrejawa khas Makassar ini dapat Anda temukan di pasar-pasar tradisional di Makassar. Atau juga di beberapa kios yang menjajakan kue tradisional di Makassar.(*)