Mengungkap Mitos Puluhan Ribu Kelelawar di Kampung Parangtinggia
Maros, Gosulsel.com – Puluhan Ribu Kelelawar yang berada di Dusun Parangtinggia, Desa Je’ne Taesa, Kecamatan Simbang, Maros, ternyata tidak serta-merta muncul begitu saja. Ialah seorang bersosok sederhana yang kini sudah berumur lanjut yang menjadi dalang hadirnya puluhan ribu ekor kelelawar di kampung itu, Kamaruddin Rewata namanya.
Ia mengaku mendapat wangsit raja dari tiga kerajaan besar yang eksis di tanah Sulawesi Selatan. Ketiga kerajaan itu adalah Kerajaan Luwu, Bone dan Gowa. Pemegang tahta dari ketiga kerajaan, lewat mimpi memberi petunjuk kepada Kamaruddin untuk memelihara mahluk yang tidak lazim dipelihara kebanyakan orang itu.
“Saya diberitahu lewat mimpi, untuk menjadikan kampung jadi ramai, harus pelihara itu kelelawar. Awalnya, 3 ekor kemudian sekarang sudah banyak, sampai saya juga tidak bisa hitung,” jelasnya.
Puluhan ribu kelelawar itu juga diyakini warga sekitar sebagai hewan yang sakral. Menurut cerita yang berkembang, konon katanya pernah ada seseorang yang menangkap kelelawar itu untuk dimakan. Akan tetapi, setelah hewan nocturnal itu ia makan, tragedi naas menimpa orang itu.
“Dahulu ada tentara yang tembak baru dimakan, itu orang muntah darah dan kemudian meninggal dunia. Karena memang itu kelelawar penjaga kampung, tidak untuk dimakan,” kenang Kamaruddin.
Warga setempat meyakini bahwa kelelawar itu tidak untuk ditangkap. Ketika ada yang menangkap, maka niscaya nasib buruk bakal dirasakan oleh orang yang menangkapnya. Saat ada seekor anak kelelawar yang terjatuh di dekat rumah warga, warga yang melihatnya akan mengambil untuk dikembalikan ke pohon tempatnya bergelantungan.
“Di sini kalo ada yang jatuh, orang kasi naik kembali ke atas pohon,” jelasnya.
Hingga kini, hewan bertampang seram itu menjadi ikon sekaligus pembawa berkah tersendiri bagi warga kampung Parangtinggia. Sebab, wisatawan domestik sampai mancanegara kerap datang hanya untuk melihat langsung kawanan kelelawar penuh mitos itu.(*)