Foto: simbi.kemenag.co.id

Romansa Wisata Religi di Kota Daeng

Minggu, 19 Maret 2017 | 14:16 Wita - Editor: Irfan Wahab - Reporter: A Nita Purnama - GoSulsel.com

Makassar, GoSulsel.com – Wisata kuliner, Sulawesi Selatan (Sulsel) bisa dijadikan rujukan. Tapi, pintu gerbang Indonesia Timur ini juga dikenal sebagai destinasi religi. Sebab, Kota Daeng -salah satu julukan Sulawesi Selatan- memiliki sejumlah masjid dengan arsitektur menawan nan unik. Sebut saja masjid Al Markaz Al-Islami, yang menjadi masjid terbesar dan termegah di kawasan timur Indonesia.

Masjid ini berdiri kokoh sebagai pusat peradaban Islam. Tak pelak, bangunan megah ini menjadi salah satu landmark Kota Makassar. Masjid rancangan arsitek Ahmad Nu’man ini terinspirasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Kendati begitu, ciri khas arsitektur Sulsel tak hilang. Tengok saja atap masjid berbentuk kuncup segi empat yang mengambil diilhami Masjid Katangka, Gowa yang merupakan masjid tertua di Sulsel. Masjid Al Markaz juga menonjolkan rumah Bugis-Makassar.

pt-vale-indonesia

Kemegahan masjid tiga lantai yang digagas Jenderal M Jusuf ini ini bisa dilihat dari beberapa unsur yang melekat pada bangunan. Misalnya, bagian atap terbuat dari tembaga dari Italia. Sementara bagian dinding lantai satu dibalut keramik dan lantai dua dan tiga menggunakan batu granit. Lantas, kemewahan juga terlihat pada dinding mihrab yang merupakan sentralisasi visual berbahan granit hitam berhiaskan ragam kaligrafi segi empat dari tembaga mengkilap.

Sebagaimana masjid pada umumnya, menara setinggi 84 meter berukuran 3×3 menjulang ibarat menusuk langit. Sebagaimana namanya, bangunan yang diresmikan pada tahun 1996 tidak sekadar menjalankan fungsinya sebagai rumah ibadah, namun juga mejalankan beragam peran, seperti keagamaan, pendidikan, sosial budaya, hingga ekonomi. Masjid ini menjadi Islamic Center di Makassar. Tak heran jika masjid ini banyak dikunjungi umat yang ingin mempelajari peradaban Islam sambil menikmati kemegahannya. Tak jarang juga banyak orang yang dating sekadar untuk menjadikan masjid ini sebagai destinasi wisata religi.

Tapi, tak hanya masjid Al Markaz yang dijadikan destinasi. Makassar masih memiliki masjid terapung Amirul Mukminin yang dibangun di atas hamparan Teluk  Makassar di tepi Pantai Losari. Masjid dengan dua menara menjulang langit ini berdiri anggun dengan desain arsitektur modern yang didominasi warna putih dan abu-abu. “Arsiteknya itu beda dari yang lain. Suasana sejuk dan nyaman membuat saya bisa lama-lama disini,” kata Degina mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Makassar.

Masjid yang terlihat mungil ini begitu kuat romansa yang terpancar dengan dua kubah bertakhta mozaik kebiruan mengilat. Yang menarik, pilar-pilar tinggi akan menyambut siapapun yang berkunjung ketika tiba di akses utama masjid. Pilar yang berjumlah lima ini menggambarkan lima waktu shalat. Sore hari jelang magrib akan menjadi momen menarik. Sebab dari masjid ini umat bisa menikmati proses matahari tenggelam di ufuk barat. Setelah menikmati keindahannya, tak kan lengkap jika pengunjung tak menikmati jajanan khas Makassar yang banyak bertebaran di sepanjang tepi Pantai Losari. Apalagi kalau bukan “pisang epek”.

Sebagai wilayah yang kini menjadi destinasi religi, Makassar tampaknya terus berbenah. Nantinya, tak hanya kedua masjid tadi yang bisa dijadikan persinggahan. Rencananya, sebuah masjid yang arsiteknya berbentuk songkok recca atau songkok Bone akan dibangun di sini. Masjid Amirul Haq, begitu nama masjid tersebut.

Meski baru sebatas rencana, mesjid khas Bugis-Makassar ini nantinya sangat besar potensinya menjadi salah satu tujuan wisata religi. Masjid-masjid di Makassar ini meski menjadi destinasi wisata religi, tetapi tetap mengedepankan fungsinya sebagai rumah ibadah.

Fungsi Masjid sebagai Wisata religi diakui Dr Abdullah, dosen Filsafat Agama UIN Alauddin. “Masjid sebagai central aktivitas, ekonomi sosial dan politik, dan spiritual bukan hal baru tapi sejak Masjid Nabawi dibangun, karena itu Masjid Amirul Mukminin saatnya mengangkat kembali nuansa masa Rasulullah,” kata dia seraya menegaskan bahwa masjid harus dijadikan pusat peradaban Islam.

Sementar di ujung Kabupaten Gowa, yang tidak jauh dari Makassar, ada Masjid H Muhammad Cheng Hoo. Balutan merah terang khas Tiongkok dengan mudah menarik perhatian mata. Apalagi masjid ini berdiri di tengah hamparan hijaunya sawah di kawasan Jl Tun Abdul Razak, Gowa.
 
Cita-cita penggagas pembangunan masjid pun tidak jauh dari keinginan menciptakan masjid tempat ibadah sekaligus menjadi ikon wisata. “Jadi awalnya kita ingin ada satu tempat, untuk aktivitas, berkumpul, dakwah, aktivitas organisasi dan menjadi ikon parisiwisata,” kata ketua yayasan pengurus masjid, Sulaeman Gossalam.
 
Model dan penamaan masjid yang bercirikan Tiongkok bertujuan untuk memberikan nuansa kekhasan yang beda. Bangunannya memadukan prinsip bangunan di Sulsel, assulapa appa (persegi empat) dan segi delapan Klenteng Tionghoa. “Kita padukan dengan warna hijau agar lebih Islami. Masjid ini dibangun 11 November 2011 pada pukul 11,” kata Sulaeman.
 
Menurut Sulaeman, nama Muhammad Cheng Hoo diambil dari nama Laksamana Tiongkok pada Zaman Dinasti Ming, pemimpin pasukan China untuk melakukan misi Mahabbah “Perdamaian”. “Harapan kita, ini bisa menjadi ikon pariwisata. Terbukti sudah dikunjungi orang Malaysia, Thailand, dan masyarakat local,” tandasnya.
 
Keberadaan masjid-masjid megah nan unik seakan ingin menjelaskan bahwa di Makassar umat bisa menikmati romansa religi yang mengusung ciri khas unsur local yang kental. (*) 


BACA JUGA