Pengadaan Insinerator di KIMA Terhambat Izin

Selasa, 20 Maret 2018 | 17:32 Wita - Editor: Irwan AR - Reporter: Mirsan - Go Cakrawala

Makassar, GoSulsel.com — Rencana pembangunan insinerator terpadu di KIMA belum terealisasi karena terkendala perizinan. Padahal insinerator ini sangat dibutuhkan untuk pengelolaan limbah medis.

Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) Sulsel, Hasbi Nur mengatakan pihaknya sudah menyiapkan lahan untuk pengolahan limbah medis tersebut. Namun sayang, hingga kini pembangunannya belum bisa dilaksanakan.

pt-vale-indonesia

“Izinnya belum keluar. Ada perubahan soal dokumen. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih berproses izinnya,” ungkapnya, Selasa 20 Maret.

Untuk lahannya, kata Hasbi, pihaknya sejauh ini juga masih terus mematangkan. Juga dilakukan pemagaran keliling secara bertahap. Nilai anggarannya sekira Rp4 miliar.

Menurut rencana, insinerator itu dibuat untuk mengelola limbah B3, khususnya dari rumah sakit. Pengelolaan limbah B3 itu menurut rencana akan ditangani khusus oleh unit pelaksana teknis dinas (UPTD).

“Rencananya pembuangan limbah B3 akan dikelola UPTD khusus,” tuturnya.

Hasbi melanjutkan proyek insinerator ini diperkirakan sudah bisa beroperasi Juni nanti. Tahun depan, pihaknya berencana menambah satu lagi insinerator terpadu bila anggarannya disetujui.

“Ini karena proyek insinerator cukup besar potensinya bisa menyumbang PAD. Setahun bisa Rp30 miliar,” jelasnya.

Limbah medis, kata Hasbi, termasuk limbah dengan katergori bahan berbahaya dan Beracun (B3). Sehingga dalam proses pemusnahannya, membutuhkan insinerator atau alat pengolah limbah dengan cara pembakaran. Terlebih untuk Sulawesi Selatan (Sulsel) sendiri, limbah medis setiap bulannya mencapai 30 ton.

Ia mengatakan insinerator yang disiapkan oleh kementrian memiliki kapasitas yang lebih besar. Diklaimnya, ini mampu menampung hingga enam kubik limbah per satu kali operasi dengan waktu yang sangat singkat.

Selama ini, limbah medis di Sulsel juga dikelola oleh pihak ketiga dan dikirim keluar Sulsel. Jika alat itu ada, tidak perlu lagi dikirim ke luar Sulsel. Rumah Sakit juga bisa menghemat hingga 10 persen.

“Hanya butuh waktu tiga jam untuk enam kubik limbah. Biaya operasional untuk pengolahan. Selama ini kan untuk pengolahan limbah rumah sakit tidak efisien, dari Makassar harus dikapalkan ke jakarta, di Jakarta ke pelabuhan lagi terus ke tempat pemusnahan,” jelasnya.(*)