Malam Sureq Makassar Diskusi Kritik Sastra

Sabtu, 12 Mei 2018 | 00:04 Wita - Editor: Irwan Idris - Reporter: Junaid - Gosulsel.com

MAKASSAR, Gosulsel.com – Malam Puisi Makassar atau yang karib disebut Malam Sureq menggelar diskusi sastra dengan tema “Kritik Sastra dalam Kesusastraan Indonesia Kontemporer”di Kedai Pojok Makassar, Jumat (11/5/2018).

Sebagaimana diketahui, diskusi tersebut merupakan sebuah keresahan dari kebanyakan pegiat literasi yang merasakan minimnya kritik sastra..

pt-vale-indonesia

Acara dipandu oleh Wahyu W. Gandi dengan narasumber Yusri Fajar yang merupakan dosen sastra di Universitas Brawijaya Malang.

Dalam diskudsi tersebut, dosen sastra Univeraitas Brawijaya Malang ini banyak membahas tentang krisisnya kritik sastra saat ini.

“Kritik sastra Indonesia tidak lepas dari sosok H.B. Jassin,” begitulah Yusri Fajar mencoba memantik diskusi.

Menurut penulis buku Sastra yang Melampaui Batas dan Identitas tersebut, mengakui bahwa kerja kritikus sastra tidaklah mudah.

“Kerja kritikus sastra itu tidak mudah. Para kritikus selain memaparkan hasil bacaannya, harus juga memperluas referensi bacaan, serta menggunakan teori yang relevan,” sambungnya.

Lebih lanjut, kritik kontemporer saat ini sangat minim apabila dibandingkan dengan naskah yang beragam. Naskah yang beragam tersebut menuntut para apresiator dan kritikus untuk memperbarui terus bacaannya.

“Masalahnya saat ini adalah jumlah kajian yang terpublikasi secara luas itu minim. Kalau di universitas mungkin banyak, tapi sekadar beredar di kampus. Secara luas, hanya di koran minggu dan jumlahnya sangat terbatas,” lanjutnya.

Diskusi tersebut secara luas menyinggung peran universitas melahirkan para kritikus sastra. Aslan Abidin, seorang dosen dan penyair yang turut hadir dalam diskusi tersebut mengklaim bahwa fakultas sastra tidak serta-merta melahirkan kritukus sastra.

“Ada banyak alumni sastra yang tidak menjadi sastrawan dan kritikus sastra, ada banyak yang kerja jadi pegawai bank. Semestinya negara ini melahirkan Departemen Kritikus Sastra Indonesia agar lebih banyak yang tertarik.” ujar Aslan Abidin, yang juga merupakan seorang akademisi.(*)