Tema Brand Clothing Wajuku (Bajuku) Diambil Dari Tradisi-Tradisi, Bangunan-Bangunan Arsitektur, Hingga Papaseng (Pesan-Pesan Moral)

Wajuku, Lestarikan Budaya Lewat Brand Clothing

Kamis, 26 Juli 2018 | 13:49 Wita - Editor: Andi Nita Purnama - Reporter: Irwan AR - Go Cakrawala

Makassar, Gosulsel.com — Keragaman dan kemajemukan budaya Indonesia merupakan sebuah kekayaan yang tidak dimiliki oleh semua bangsa. Terdapat jutaan produk kesenian dan kebudayaan yang telah diciptakan oleh nenek-nenek moyang kita dan melintasi ratusan tahun hingga sampai pada tangan kita saat ini. Banyak diantaranya telah punah, hilang dan dilupakan.

“Gaya hidup modern yang serba instan dan canggih, berimplikasi pada produk-produk kesenian dan kebudayaan yang mulai ditinggalkan karena dianggap kuno dan ketinggalan jaman oleh generasi saat ini,” ujar Founder Wajuku, Andi Muh Hijrah yang akrab dipanggil Andi Angga.

Andi Angga melanjutkan kekayaan budaya kita wajib untuk dilestarikan terlebih lagi memiliki nilai ekonomis dan ini merupakan potensi yang sangat layak untuk dikembangkan serta ditransformasikan lebih jauh. Terlebih lagi ini langkah untuk mengenalkan kembali budaya kita kepada kaum muda.

“Kita berkewajiban untuk melestarikannya, bahkan kalau perlu kita mentransformasikannya ke dalam bentuk baru agar bisa diterima dan selaras dengan gaya hidup masyarakat saat ini, khususnya generasi muda kita,” kata pria kelahiran Soppeng, Selasa (24/7).

Salah satu media yang dimanfaatkan sebagai promosi budaya dan kesenian Bugis adalah bisnis clothing/ kaos. Nama brand yang dipilih tentu saja tidak lepas dari bahasa Bugis, Wajuku (Bajuku).

Tema yang digunakan mulai dari tradisi-tradisi, bangunan-bangunan arsitektur, hingga papaseng (pesan-pesan moral). Bahan dan desain pun disesuaikan keinginan kaum muda saat ini. Media sosial dipakai untuk memasarkan kaos produksi Wajuku.

“Biar bisa diterima oleh para anak muda, kami mengemasnya dengan teknik dan gaya desain kekinian, dipadukan dengan kualitas bahan terbaik. Semua proses produksinya kita kerjakan di Bandung. Bagian saya mengkonsep, kemudian diberikan kepada si desainer untuk mengolahnya menjadi visual kemudian diproduksi dan dipasarkan menggunakan media sosial,” tutup Andi Angga.(*)