Industri Pariwisata Didorong Kurangi Current Account Defisit

Senin, 13 Agustus 2018 | 17:27 Wita - Editor: Irwan AR -

Makassar,Gosulsel.com– Neraca perdagangan barang Sulawesi Selatan bila memperhitungkan barang minyak dan gas tercatat sudah mengalami defisit ini mengakibatkan terjadi curent acount menjadi defisit. Sementara pada praktiknya, hal ini justru memengaruhi nilai tukar rupiah. Current Acount sendiri adalah selisih nilai setiap eskpor dan impore barang dan jasa termasuk pendapatan.

Memertimbangkan current acount defisit tersebut, Bank Indonesia menilai perlu mendorong industri pariwisata. hal ini menilai mengemuka dalam diskusi editor’s day yang digelar BI perwakilan Sulsel di Four Point by Sheraton, Senin (13/818).

Menurut, Kepala Grup Advisory dan Pengembangan Ekonomi BI Sulsel, Dwityapoetra S. Besar. Pariwisata punya potensi mengurangi current account defisit di Sulsel, karena perkembangan pariwisata di Sulsel masih di bawah tingkat potensialnya.

“Kunjungan wisatawan dalam melalui pintu airport makassar berada dalam tren meningkat hal ini ditandai dengan peningkatan pangsa pasar Sulsel terhadap bandara se-Indonesia, saat ini di Sulsel ada tiga event pariwisata yang telah masuk dalam kalender nasional, yakni Festival Phinisi di Bulukumba Selayar, Makassar F8, dan Lovely Toraja,” ungkap Dwipoetra saat memaparkan materi di Editor’s Day yang membahas tema “Tantangan dan Prospek Ekonomi ke depan serta upaya Mengurangi Current Account Deficit”.

Hanya saja tingggal pemerintah daerah menyelesaikan tantangan untuk mengembangkan dan mendorong industri pariwisata di Sulsel. Hal ini terkait pembangunan infrastruktur pariwisata, tingkat hunian hotel yang dapat beranjak dari level occupancy rate 50 persen serta terjadi penurunan rata-rata lama turis menginap sebelumnya hingga lima hari kini hanya satu setengah hari.

” Pariwisata harud didorong ditengah neraca perdagangan migas yang mulai defisit, indikatornya bisa dilihat dengan mengamati pemda Sulsel memiliki nlue print pengembangan pariwisata, pemda mencanagkan deailed engeniring design dalam pengembangan destinasi Toraja, Bulukumbam kawasan wisata Rammang-rammang Maros termasuk geopark Maros-Pangkep, pengemban wisata Malino, serta Kawasan Ekonomi Khusus Selayar,” beber Dwipoetra.

Pariwisata menjadi solusi turut diaminkan peneliti INDEF yang juga menjadi narasumber Editor’s Day, Bhima Yudhistira Adhinegara. Menurutnya, defisit transaksi berjalan berpengaruh kepada pelemahan kurs rupiah yang sempat menyentuh angka Rp14.000 per Dollar Amerika Serikat. Walaupun rupiah melemah tidak sendirian.

“neraca perdangan migas defisitnya melebar, antara januari 2017 di angka 2,5 miliar dollar amerika hingga 2,6 miliar dollar amerika di maret 2018, kemudian ketergantungan impor pangan membuat permintaan dollar naik secara musiman misalnya konsumsi generasi milineal terhadap roti atau bergeser dari beras ke gandum cukup tinggi dari 10 juta ton lebih menjadi 11 juta ton di 2017, ini membuat para eksportir tidak mengkorvensi keseluruhan hasil ekspornya ke rupiah, ini bisa dipahami karena mereka membutuhkan kurs mata uang asing ini untuk mengimpor pangan,” urai Bhima cukup panjang.

Untuk itu Bhima juga memberikan solusi atas current acount defisit yang terjadi dengan mendorong industri pariwisata, misalnya dengan memaksimalkan 10 ‘Bali Baru’ di event Asian Games dan Annual Meeting IMF tahun ini.

“juga peluang mendorong peluang daerah untuk mendorong leisure export sepertu komiditi kopi, coklat hingga kacang mete, nilainya untuk kopi saja di tahun 2017 Indonesia mengesport senilai 1.964 juta USD,” tutup Bhima.(*)


BACA JUGA