"Beliau cerpenis hebat, beliau melepaskan sekat yang tidak menyenagkan antara yang fiksi dan yang nyata dalam cerpennya di kepala pembaca," Selamat jalan sang maestro, tenanglah disisi Tuhan. -Jusiman Dessirua, Sastrawan muda Sul-Sel.

Maestro Sastra Hamsad Rangkuti Wafat, Ini Kesan Sastrawan Sulsel

Minggu, 26 Agustus 2018 | 12:26 Wita - Editor: Irwan AR - Reporter: Irwan AR - Go Cakrawala

Makassar,Gosulsel.com– Pagi ini, minggu 26 Agustus, kabar duka datang dari kalangan sastrawan nasional, Hamsad Rangkuti tutup usia di umur 75 tahun. Kabar duka ini didapatkan Gosulsel.com dari seorang sastrawan muda sulsel di insta story instagramnya, Jusiman Dessirua. Dari penulusuran Hamsad meninggal di kediamannya di Depok, Jawa Barat.

Hamsad yang bernama asli Hasyim Rangkuti lahir di Titi Kuning, Medan Johor, Sumatera Utara, 7 Mei 1943 sudah lama terbaring tak berdaya di duga karena stroke. Sebelumnya sastrawan peraih Penghargaan Anugerah Kebudayaan dan Penghargaan Maestro Seni Tradisi (2014) ini sempat menjalani perawatan di rumah sakit bahkan mengalami kendala biaya. Untunglah ada inisiatif penggalangan dana di Kitabisa.com.

pt-vale-indonesia

Mereka yang mengenang yang dianugerahi kompas atas dedikasi kesetianya menulis cerpen ini akan melekat karya cerpennya yang fenonemal dan legendaris sekaligus kontroversial “Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu” cerpen yang sempat mengilhami lagu “Bibir” karya Samantha Band, grup musik asal Bandung yang beranggotakan empat perempuan. Lagu yang sempat ditayangkan sebuah stasiun televisi nasional tersebut sempat diprotes Komisi Penyiaran Sulawesi Selatan, karena lirik dalam refrain “Kan kuhapus bibirnya dari bibirmu dengan bibirku, dengan bibirku…” dianggap melanggar norma kesopanan dan kesusilaan.

Rasa kehilangan atas wafatnya sastrawan karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa asing, seperti “Sampah Bulan Desember” yang diterjemahkan ke bahasa Inggris dan “Sukri Membawa Pisau Belati” yang diterjemahkan ke bahasa Jerman. “Umur Panjang Untuk Tuan Joyokoroyo” dan “Senyum Seorang Jenderal pada 17 Agustus” dimuat dalam Beyond the Horizon, Short Stories from Contemporary Indonesia yang diterbitkan oleh Monash Asia Institute dirasakan juga oleh sastrawan di Sulawesi Selatan.

Sastrawan yang juga politisi Sulsel, wawan Mattaliu mengungkapkan kesannya bahwa sejak dulu sastrawan favoritnya adalah Hamsad Rangkuti, “Beliau orang melayu yang sangat paham bagaimana memanfaatkan khasanah terbesar orang melayu yakni sastra,” ungkap Wawan yang dihubungi via Whats’app, Minggu (26/8).

Lanjut Wawan yang tengah berada di Ibukota Jakarta itu, Hamsad adalah pencerita ulung, pendongeng wahid baik dalam tulisan-tulisannya maupu saat pertunjukan baca cerpennya. “Seperti membaca dongeng atau mendengar pendongen kita hanyut dalm ceritanya,” jelas Wawan.

Jusiman Dessirau yang sedang aktif-aktif dalam kegiatan dan berkarya sastra inipun tak luput merasakan kehilangan, walaupun berada dalam generasi yang tak sama dengan almarhum, Jusiman banyak belajar dari Hamsad secara tak langsung.

“Beliau cerpenis hebat, beliau melepaskan sekat yang tidak menyenagkan antara yang fiksi dan yang nyata dalam cerpennya di kepala pembaca,” ujarnya berkesan pada karya Hamsad Rangkuti.

Selamat jalan sang maestro, tenanglah disisi Tuhan.(*)