4 Tradisi Turun Temurun Peringati Maulid Nabi di Sulsel

Selasa, 20 November 2018 | 19:09 Wita - Editor: Irwan AR - Reporter: Junaid - Gosulsel.com

Salah satu bentuk pengaruh agama Islam dalam kebudayaan Bugis Makassar adalah munculnya tradisi atau kebiasaan masyarakat di Sulawesi Selatan dalam memeringati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Secara umum, di seluruh Indonesia merayakan maulid Nabi yang jatuh setiap 12 rabiul Awal pada penanggalan Hijriah, dilakukan di masjid-masjid dengan mengisi tauziah yang menyampaikan sifat-sifat Rasullulah yang patut ditelandani. Peringatan ini, sebagai refleksi kecintaan masyarakat Islam terhadap pembawa agama Islam dan akhirnya menyebar ke seluruh dunia.

pt-vale-indonesia

Namun di Sulsel, beberapa daerah menjaga sebuah tradisi yang dilakukan secara turun temurun dalam setiap 12 Rabiul awal datang. Dua Hal yang sangat kental dalam tradisi maulid di Sulsel, yakni Songkolo (makanan yang terbuat dari beras ketan) warna warni, dan telur hias yang juga warna-warni. Berikut Empat Tradisi Maulid yang masih dijaga hingga sekarang.

1. Maudu Lompoa di Cikoang Takalar

Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Cikoang di pesisir kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan ini mungkin adalah tradisi sarat agama yang paling dikenal. Maudu Lompoa yang berarti Maulid Besar ini pada puncak acaranya memang dilakukan secara besar-besaran dan dihadiri oleh ribuan orang.

Tradisi ini pun menjadi sebuah agenda pariwisata yang menarik setiap tahunnya.

Secara historis, perayaan Maudu Lompoa ini melambangkan sejarah masuknya agama Islam di wilayah selatan pulau Sulawesi yang dibawa oleh pedagang-pedagang Arab. Masyarakat Cikoang yang rata-rata berkekeratan ini konon adalah keterunan dari pedagang arab yang membawa Islam ke Gowa sehingga kerjaan gowa kala itu menganut Islam sebagai agama resmi kerajaan dan masyarakatnya. Keturunan masyarakat Cikoang ini juga kerap disebut keuturunan Sayek (Syekh) yang masih bergaris keturunan dengan Rasulullah.

Perayaan Maudu Lompoa berlangsung dengan cara unik. Selain berada di atas perahu, para warga juga memperebutkan julung-julung yang direbutkan. Sejumlah warga biasa merayakan Maudu Lompoa (Maulid Besar) dengan menghiasi perahu menggunakan selendang warna-warni dan telur hias.

Sejatinya, ritual Maudu Lompoa dilakukan tidak hanya satu kali. Sebab ada prosesi acara sebelum acara puncak. Perahu tampak dihias dengan hiasan ribuan telur serta bahan makanan tradisional dan menjadi pemandangan unik di sepanjang sungai. Makanan yang disusun seperti gunungan dipersiapkan oleh para warga untuk diperebutkan ribuan warga.

Gunungan yang diperebutkan berisi telur hias, ayam, beras dimasak setengah matang, beras ketan, mukena, kain khas Sulawesi, serta aksesoris lainnya. Gunungan tersebut sebelumnya dibacakan barzanji secara bersama-sama, kemudian baru diperebutkan warga di atas perahu.

Tak hanya itu, serangkaian kegiatan lain yang mengiringi puncak acara tersebut berupa ritual menumbuk padi di atas lesung diiringi tabuhan gendang tradisional atau yang dikenal Appadekko. Peringatan Maudu Lompoa ini juga menjadikan Cikoang, yang berjarak 80 kilometer dari Makassar menjadi tujuan wisata budaya yang menarik bagi wisatawan.

Warga asli Cikoang pun menjadikan momen ini sebagai ajang bersilaturahmi dengan keluarga yang akan pulang pada Maudu Lompa ini.

Halaman:

BACA JUGA