4 Tradisi Turun Temurun Peringati Maulid Nabi di Sulsel

Selasa, 20 November 2018 | 19:09 Wita - Editor: Irwan AR - Reporter: Junaid - Gosulsel.com

2. Maudu Adaka ri Gowa

Pengaruh Islam di kerajaan Gowa sungguh terasa kuat, baik dari peninggalan masjid seperti masjid Katangka, atau tokoh pahlawan nasional Tuanta Salamaka Syekh Yusuf yang membawa tarekat Khawlatiah Syekh Yusuf, juga pada ritual masyarakat.

pt-vale-indonesia

Seperti perayaan maulid nabi, yang biasanya digelar di halaman Balla Lompoa, dan Raja bersama rakyatnya ikut merayakannya dengan menyediakan telur-telur hias serta Songkolo dan menyiapkan penampang besar tempat menaruh berbagai hasil bumi dan pangan untuk diperbutkan masyarakat.

Sepintas ini mirip dengan tradisi Grebeg Maulid di Keraton Sultan Jogyakarta.

Tahun ini pusat peringatan maulid yang disebut sebagai Maudu adaka ri Gowa ini dipusatkan di halaman Masjid Agung Syekh Yusuf yang dihadiri Pemerintah bersama masyarakat Gowa.

Ribuan warga, berbondong-bondong memadati Masjid Agung Syekh Yusuf, Jalan Masjid Agung Sungguminasa, Senin (19/11). Di depan halaman Masjid, warga telah berkumpul sejak pukul 16.00 WITA. Mereka berkerumun untuk mendapatkan pembagian kebutuhan pokok seperti telur, beras dan sumber pangan bumi lainnya.

Berbagai hiasan penganan khas Sulsel, seperti songkolok (nasi ketan santan) juga dihadirkan sebagai pelengkap di puncak peringatan keagamaan ini. Penyajiannya berbeda dengan yang lain. Songkolok didesain menutupi dua buah replika kubah Masjid besar dengan hiasan telur di sekelilingnya.

Kepala Dinas Sosial, Syamsuddin Bidol selaku ketua panitia Maudu Adaka ri Gowa tahun ini, mengatakan, hiasan makanan itu disebut sebagai Maudu Adaka. Dalam bahasa Indonesia, Maudu Adaka berarti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilakukan secara adat oleh masyarakat Kabupaten Gowa setiap tahun.

“Kubah besar ini sebagai bentuk rasa syukur kita. Kami hadirkan kubah besar sebagai simbol, dua kalimat syahadat dalam Islam,” ujar Syamsuddin.

Diharapkan dengan agenda kegiatan seperti ini, masyarakat semakin memahami arti syukur.

Puncak kegiatan ini ditandai dengan pembagian bahan pangan hasil bumi yang terpampang mengitari replika kubah Masjid usai salat Magrib. Salah seorang warga setempat, Halimah Daeng Bau mengatakan, hampir setiap tahunnya dia mengikuti tradisi tersebut.

“Kemarin-kemarin (tahun sebelumnya, Red) di lapangan. Sekarang pindah ke Masjid. Saya selalu hadir sama keluarga, sama anak, supaya bisa dapat berkah dari pembagian ini,” katanya.

Halaman:

BACA JUGA