Ilustrasi

Orang Gila Dapat Hak Pilih, Rawan Jadi Sasaran ” Serangan Fajar “

Rabu, 21 November 2018 | 10:42 Wita - Editor: Irwan AR - Reporter: Muhammad Fardi - GoSulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.GOM – Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) melibatkan pengidap gangguan jiwa untuk menyalurkan hak pilihnya pada Pemilu tahun 2019 mendatang.

Alasan KPU, hal ini sudah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 11 tahun 2018, tentang pemilih di dalam negeri, yakni mengatur seseorang yang mengalami disabilitas. Salah satu kategorinya yakni disabilitas mental.

pt-vale-indonesia

Meski demikian, sejak kontroversi kebijakan itu, KPU dan Bawaslu terus menuai sorotan. Tidak sedikit yang menilai bahwa demokrasi di Indonesia sudah ikut gila.

Pengamat Kepemiluan dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Iqbal Latief yang dikonfirmasi mengatakan, kebijakan ini memang sangat riskan, karena masih banyak hak pilih yang belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Mestinya, kata dia permasalahan itu yang harus diprioritaskan KPU, bukan malah mengurusi pengidap gangguan jiwa untuk dimasukan ke DPT.

Bahkan dia tidak menepis, jika banyak pengidap gangguan jiwa yang terdaftar dalam DPT, maka sangat rentan menjadi target “serangan fajar” atau money politik.

“Itu (money politik) yang saya pikirkan juga. Artinya resiko yang bisa muncul dari dia sekedar datang memilih banyak sekali,” kata Iqbal Latief, Rabu (21/11/2018).

Dia mengatakan, alangkah bagusnya jika KPU lebih fokus menyelesaikan orang-orang yang berhak memilih tapi belum terdaftar dalam DPT.

“Karena banyak berhak untuk memilih, tapi terkendala E_KTPnya belum ada. Itu yang harus diprioritaskan dulu. Karena maih banyak itu, dibanding kemudian mencari-cari pemilih-pemilih yang bisa saja memilih tapi batal. Apalagi kalau belum sembuh dari gilanya,” tandasnya.(*)


BACA JUGA