Energi Positif yang Terkandung Dalam Ucapan “Selamat Natal”
GOSULSEL.COM – Jung Nurshabah Natsir MB merupakan mahasiswi asal Pinrang Sulawesi Selatan yang kini melanjutkan kuliah pascasarjana (S2) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam bidang Ilmu Alquran dan Tafsir Hadist. Berawal dari pertemuannya dengan perempuan bernama Ven yang beragama Kristen Protestan di sebuah acara diskusi, meninggalkan kesan tersendiri bagi Jung, sapaannya.
“Kami bertemu pada salah satu forum diskusi lintas Iman di Jakarta, ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace). Bertemu dengan berbagai macam kalangan di komunitas ini menambah kesan tersendiri bagi saya. Dan pertemuan kami terus berlanjut pada chat-chat an dan diskusi-diskusi ringan yang rencananya akan kami adakan di penghujung tahun 2018 ini,” kata Jung kepada Gosulsel.com.
Dalam pertemuan itulah Jung banyak belajar saling menghargai dan menghormati antar umat beragama. Ditanya terkait pendangannya mengenai ucapan selamat natal, alumni Tafsir Hadist UIN Alauddin Makassar ini juga beranggapan bahwa mengucapkan selamat natal kepada non muslim atau umat kristiani tidak ada masalah dan itu sebagai bentuk penghargaan dan memuliakan sesama manusia.
“Bagi saya pribadi, mengucapkan selamat natal kepada kerabat, teman, sahabat dan lain sebagainya sebagai bentuk kemuliaan kita terhadap sesama adalah ungkapan apresiasi manusia dalam memanusiakan manusia. Lihatlah seandainya kita di posisi mereka yang minoritas dalam sebuah negara, kita diberi ucapan selamat hari raya pada agama yang kita yakini, tentu bagi kita yang minoritas merasakan kenikmatan dan kesenangan tersendiri karena merasa telah dianggap bagian dari mereka dalam artian merasa dihargai sebagai manusia yang berbeda dalam keyakinan,” jelasanya.
Namun Jung juga mengakui bahwa mengucapkan selamat natal dan tahun baru kepada Non Muslim oleh sebagian orang bahkan ulama berbeda pendapat. Ada yang menganggap hal tersebut melanggar hukum dalam Agama Islam, bahkan hukumnya haram.
“Bahkan diharamkan dengan berdalih bahwa ‘Haram bagi seorang muslim untuk mengucapkan selamat Natal kepada umat kristiani. Karena hari raya Natal, pada hakikatnya peringatan kelahiran anak Tuhan, yaitu Isa bin Maryam. Dalam aqidah Islam, Allah itu Esa (tunggal). Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Sebagaimana dalam surat Al-Ikhlas. Jika kita mengucapkan selamat Natal, secara tidak langsung kita telah memberikan sebuah tahni’ah (penghormatan) akan kelahiran anak Tuhan. Paling tidak, ada unsur ridha terhadapnya.’ kalimat ini dikutip pada postingan salah satu ustadz di Media Sosial,” lanjutnya.
Pertemuannya dengan Ven yang juga merupakan salah seorang perawat di sebuah Rumah Sakit di Jakarta, membuatnya banyak belajar tentang keberagaman, perbedaan dan saling menghargai.
“Jika argumen di atas saya gunakan maka tidak akan saya dapatkan ucapan cinta dan kasih dari Ven, karena kenapa? Saya memberikan ucapan selamat sebagai seorang muslim kepada teman saya Ven yang beragama Kristen, dan itu memberikan energi positif tersendiri bagi Ven. Lantas apakah saya dengan maksud menghargai dan menghormati umat Kristen akan memberikan suatu penghormatan akan kelahiran anak Tuhan”? atau membuat keyakinan saya akan goyah? tentu saja tidak,” tuturnya.
Jung juga menyebutkan bahwa, malah ada beberapa ulama kontemporer yang membolehkan mengucapkan selamat natal, diantaranya Syekh Mustafa Az-Zarqa, Syekh Wahbah Az-Zuhaili, Syekh Ali Gomaa, Syekh Yusuf al-Qardhawi, Syekh bin Bayyah dan Habib Umar bin Hafidz.
“Pendapat-pendapat ini bisa dilihat langsung di dalam artikel Prof. Dr. Nadirsyah Hosen dengan judul “Indahnya Pohon Natal di Halaman Masjid al-Amin Lebanon dan Masjid di Dubai & Fatwa-fatwa Ulama tentang Ucapan Selamat Natal”, dan tulisan ini dapat diakses pada salah satu situs resmi, disinilah sosial media berperan aktif dalam memanfaatkan konten-konten yang kredibel dalam mengakses sumber-sumber yang otoritatif,” sebutnya.
Lebih lanjutnya, ungkapan selamat natal jika mau dipikir, umat non muslim yang ada di Indonesia khususnya tidak pernah berharap mendapatkan ucapan selamat natal dari umat muslim, dan bahkan itu juga tidak akan mempengaruhi ritual ibadah mereka.
“Lihatlah seandainya kita di posisi mereka yang minoritas dalam sebuah negara, kita diberi ucapan selamat hari raya pada agama yang kita yakini, tentu bagi kita yang minoritas merasakan kenikmatan dan kesenangan tersendiri karena merasa telah dianggap bagian dari mereka dalam artian merasa dihargai sebagai manusia yang berbeda dalam keyakinan,”jelasnya.
Di sisi lain, tambahnya, nilai pancasila yang termaktub dalam sila ke-3 yaitu ‘Persatuan Indonesia’ dengan mengutamakan persatuan atau kerukunan bagi seluruh rakyat Indonesia yang mempunyai perbedaan agama, suku, bahasa, dan budaya. Sehingga dapat disatukan melalui sila ini, yakni berbeda-beda tetapi tetap satu atau disebut dengan Bhineka Tunggal Ika.
“Bukankah juga kita berada dalam satu naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Mari kita bersama-sama membangun hubungan yang harmonis dan damai baik sesama muslim ataupun non muslim. Selamat Natal dan Tahun Baru bagi anda yang merayakan, semoga rasa aman dan damai senantiasa meliputi kita semua. Yahdii bihillahu manit-taba’a ridhwaanahu subulas-salam Salam,” tutupnya.(*)