Macet di depan M'Tos

Aturan Baru OJK Soal Kredit Kendaraan Dinilai Tingkatkan Kecelakaan Lalu Lintas, Kok Bisa?

Sabtu, 12 Januari 2019 | 07:54 Wita - Editor: Irwan Idris - Reporter: Dila Bahar - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja merilis aturan baru, berupa Peraturan OJK No. 35/POJK.05/2018, tertanggal 27 Des 2018. Inti aturan tersebut adalah OJK melegalisasi Down Payment (DP) nol persen untuk kredit motor dan mobil.

Menurut Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, aturan POJK tersebut sekilas pro publik, padahal secara substansial ideologis POJK justru sangat kontra produktif.

pt-vale-indonesia

“Dan bahkan patut diduga dengan keras adanya conflict of interest antara OJK dengan lembaga pembiayaan (leasing),” tegas Tulus.

Oleh karena itu, YLKI mengritik keras POJK tersebut lantaran aturan POJK yang dimaksud mengindikasikan bahwa OJK sebagai regulator tidak netral dan obyektif.

“Sebab POJK dimaksud sarat dengan kepentingan industri leasing. Dan kita tahu seluruh operasional kelembagaan OJK dipasok oleh industri finansial, yakni perbankan, leasing, asuransi. Keluarnya POJK tersebut dari sisi logika kebijakan publik sangat kental diintervensi industri leasing, karena sangat menguntungkan industri leasing,” kata dia.

Di sisi lain, keluarnya POJK tersebut merupakan langkah mundur yang sangat serius, baik pada konteks manajemen transportasi publik, keselamatan berlalu-lintas dan bahkan pro pada kemiskinan.

“Lagi-lagi YLKI menduga keluarnya POJK No. 35/2019 diintervensi oleh industri otomotif. POJK tersebut akan mengakibatkan penjualan kendaraan bermotor meningkat tajam, khususnya roda dua,” tambahnya.

Akibatnya, terang Tulus, aturan ini berpotensi mengakibatkan tingkat kecelakaan lalu lintas makin tinggi, dan bahkan akan memicu pemiskinan baru. Karena menurut data BPS, kredit sepeda motor telah memicu kemiskinan khususnya rumah tangga miskin, “Karena banyak rumah tangga miskin terjerat kredit macet sepeda motornya,” imbuhnya.

Kebijakan OJK tersebut juga dinilai tidak sejalan dengan upaya Presiden Jokowi agar masyarakat menggunakan angkutan umum. Dengan kebijakan tersebut, minat masyarakat akan makin turun menggunakan angkutan umum dan memilih menggunakan kendaraan pribadi, apalagi dengan stimulus DP nol persen.

“Oleh karena itu, YLKI mendesak agar OJK membatalkan POJK No. 35/2018 yang melegalisasi DP nol persen tersebut. YLKI juga meminta biaya operasional OJK seharusnya berasal dari APBN, bukan dari industri finansial, agar OJK obyektif tidak lembek seperti sekarang, ketika berhadapan dengan industri finansial,” tutupnya.(*)