Salah satu pembicara Talksho Suara yang Belum Selesai, kerjasama Amnesty Interational dan Kosmik Unhas, Sabtu (12/1/2019)

Kampanye Write for Rights, Suara yang Belum Selesai

Minggu, 13 Januari 2019 | 12:06 Wita - Editor: Irwan AR - Reporter: Mutmainnah - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL– Bagaimana suara penegakan Hak Asasi Manusia dilakukan dalam rangkaian surat maratho seacara global? hal ini yang menjadi gerakan besar dari program Write for Rights yang diinisiasi Amnesty International untuk mendorong masyarakat berpartisipasi aktif dalam menuntut pemerintah menegakkan keadilan untuk membebaskan tahanan, pembela hak asasi manusia, atau korban penyiksaan lainnya.

Menulis surat global secara maraton tersebut diadakan setiap tahunnya di lebih dari 200 negara dan sudah berjalan sejak 16 tahun lalu. Kini Write for Rights menjadi acara hak asasi manusia terbesar di dunia.

Gerakan tersebut juga samapai di Sulawesi Selatan. Amnesty Internasional bekerja sama dengan Pamflet Generasi mendorong jaringan organisasi di berbagai daerah untuk melakukan kampanye kreatif secara online dalam membela hak asasi manusia.

Sosialsasi kampanye tersebut difasilitasi Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Kosmik) Unhas untuk menggelar Talkshow yang diberi tajuk “Suara yang Belum Selesai” di Gedung Prof. Syukur Abdullah Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar pada Sabtu (12/1/2019).

Ketua Kosmik Unhas, Prabowo Arya Pradana menyatakan bahwa pentingnya masyarakat terutama anak muda untuk peka terhadap kondisi sekitar. Sebab, betapa banyak masalah kemanusiaan yang terjadi namun Kita tutup mata dengan hal tersebut.

Kosmik pun akhirnya menerima tawaran bekerjasama untuk menyebarkan kampanye HAM tersebut untuk memberikan edukasi terkait kemanusiaan.

“Sebenarnya ini sangat jauh dari bidang keilmuan Kami, karena Kami di bidang komunikasi, tapi masalah HAM ternyata sangat dekat dengan kita. Walaupun begitu, komunikasi kan memang identik dengan interaksi, dan interaksi itu dekat dengan isu sosial. Dan di setiap sendi kehidupan Kita sebenarnya, mau apapun itu, pasti berhubungan dengan HAM,” ” jelas Prabowo.

Ada empat pembicara yang dihadirkan dalam talkshow. Pembicara pertama adalah Nasrum, seorang Advokat dan pernah menjadi Wakil Koordinator Komisi utuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sulawesi. Nasrum menyampaikan fakta bagaimana impunitas mampu membuat HAM lemah di hadapan hukum

Selanjutnya ada Adnan Buyung Azis, Direktur Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Makassar sekaligus Anggota Solidaritas perempuan Anging Mammiri. Adnan dalam sesi pemaparannya mengajak untuk melihat relitas kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Sulawesi Selatan, juga akan menjelaskan bagaimana posisi perempuan yang bisa saja terlibat dan menjadi korban di dalamnya.

Dilanjutkan Harnita Rahman, pendiri Kedai Buku Jenny (KBJ) yang bergerak di bidang seni dan literasi. Harnita memaparkan bahwa literasi dan seni bisa dijadikan jalan menyenangkan untuk menyuarakan banyak hal tak terlepas dari misi edukasi.

Talks ditutup oleh Andi Rewo Batari Wanti, Koordinator Forum Intelektual Selatan Sulawesi (FISS). Rewo memaparkan konsep HAM sebagai hal yang universal dan bagaimana semestinya pemuda mengambil peran di dalamnya.

Acara diakhiri dengan monolog dari oleh Pegiat Seni bidang Teatrikal, Luna Vidya. Perempuan asli dari Papua tersebut, tampil membaca monolog berisi keresahan masyarakat Papua dengan pembangunan fisik tanpa memperhatikan pembangunan manusia.

“Ini tentang Papua itu berhak untuk diperlakukan sebagai dirinya sendiri. Bukan hanya karena konteks Saya Papua sebenarnya, tapi setiap orang berhak untuk menjadi dirinya sendiri. Cuma Papua terutama itu punya stigma kemiskinan, keterbelakangan, tertinggal. Dan itu perlu untuk disuarakan dengan cara yang lain,” cerita Luna Vidya kepada Gosulsel.com.

Kegiatan tersebut juga dirangkaikan dengan program Write For Rights yaitu berupa pengisian petisi mengenai kasus HAM yang belum selesai untuk menuntut pemerintah menyelesaikan kasus-kasus tersebut.(*)