Sidang KPPU Terhadap Dugaan Kasus Persekongkolan Tender rumah Sakit di Makassar, Kamis 23 Januari 2019

KPPU Usut Kasus Dugaan Persengkokolan Tender Rumah Sakit di Makassar

Kamis, 24 Januari 2019 | 15:38 Wita - Editor: Irwan AR - Reporter: Dila Bahar - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM–Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan I (PP I) Perkara Nomor 10/KPPU-I/2018 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pelelangan Pembangunan Rumah Sakit pada Satuan Kerja Dinas Kesehatan Kota Makassar dengan nilai HPS Rp45 miliar.

Persidangan ini berlangsung di Ruang Sidang KPD KPPU Makassar, Gedung Keuangan Negara, Jl Urip Sumoharjo, Makassar. Kamis (24/1/2019)

pt-vale-indonesia

Koordinator Investigator, Lukman Sungkar menyampaikan agenda sidang pada PP I tersebut adalah penyerahan dan pembacaan laporan dugaan pelanggaran (LDP).

Dalam LDP, ia menyampaikan adanya indikasi kuat terkait dengan persekongkolan tender baik secara horizontal yang dilakukan masing masing perusahaan yang menjadi terlapor maupun dugaan persekongkolan vertikal yang dilakukan antara perusahaan dengan Pokja.

“Dari persekongkolan tersebut, kita melihat ada bukti bukti awal misalnya kesamaan dokumen, kesamaan metode pelaksanaan dan lain sebagainya, komunikasi itu ada di situ. Jadi kita harapkan majelis bisa melanjutkan ini dalam pemeriksaan lanjutan,” jelas Luqman.

Adapun yang menjadi terlapor pada perkara a quo yaitu, PT Haka Utama, PT Seven Brothers Multisarana, PT Restu Agung Perkasa dan Kelompok Kerja (Pokja) V Bagian Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah Kota Makassar TA 2017.

Lebih lanjut ia mengatakan, persengkokolan tersebut dilakukan oleh para terlapor untuk mengatur atau memenangkan tender di mana PT Haka Utama menjadi pemenang tender pada perkara a quo.

“Karena setelah pemeriksaan lanjutan, kita bisa menyimpulkan berapa sebetulnya nilai yang wajar untuk tender ini. Kalau ada mark up nantinya di persidangan lanjutan, nanti KPPU bisa merekomendasikan ke KPK atau kejaksaan atau kepolisian kalau ada unsur lain lain di luar kewenangan dari KPPU,” tambahnya.

Selanjutnya, kata Lukman, apabila terlapor terbukti bersalah, nanti akan sanksi berupa denda maksimal Rp25 Miliar. Selain itu sanksi lainnya bisa berupa larangan mengikuti tender.

“Mereka itu juga bisa dikenakan blacklist misalkan, mereka tidak boleh mengikuti tender di provinsi atau dilingkup nasional selama sekian tahun,” terangnya.

Sementara itu, Anggota Majelis Kurnia Toha menerangkan, bahwa pihaknya masih belum bisa memutuskan terkait kasus tersebut. Pasalnya, persidangan terkait tanggapan dari terlapor baru akan dilaksanakan pada 30 Januari 2019 mendatang.

“Kalau perkara ini kan mengenai tender, dan tentu bagaimana jalannya belum bisa kita simpulkan. Dilihat saja nanti minggu depan akan ada sidang kembali,” jelasnya.

Meskipun dari pihak Investigator menganggap sudah cukup bukti, namun pihaknya masih akan perlu melakukan kajian lebih dalam, apakah pelanggaran tersebut bisa diterima atau tidak.

“Persengkokolan tender itu baru dugaan investigator. Tergantung dengan bukti bukti yang diajukan. Jadi saya mengharapkan kehadiran terlapor di sidang sidang berikutnya, kalau tidak datang bisa rugi sendiri,” pungkasnya. (*)


BACA JUGA