Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia dan Vanuatu, Kristiarto S. Legowo menerima cendera mata dari Rektor Unhas Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA usai memberikan kuliah umum di FISIP Unhas, Senin (28/1)

Dubes RI untuk Australia Sarankan Sulsel Ekspor Kopi Toraja

Senin, 28 Januari 2019 | 23:44 Wita - Editor: Irwan AR - Reporter: Mutmainnah - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL– Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia dan Vanuatu, Kristiarto S. Legowo hadir sebagai narasumber utama di kuliah umum bertema “Peluang Kerja Sama Sulawesi Selatan dengan Australia“.

Kuliah umum tersebut atas prakarsa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin di ruang Senat lantai 2 gedung Rektorat Unhas pada Senin (27/01/2019).

Dalam kuliah umumnya, Dubes Kristiarto S. Legowo menjelaskan empat prioritas diplomasi Indonesia, yakni Keutuhan dan integritas wilayah NKRI, pelayanan dan perlindungan WNI di luar negeri, diplomasi ekonomi, serta kontribusi Indonesia bagi dunia.

“Australia adalah aset penting bagi Indonesia untuk mewujudkan keempat prioritas diplomasi tersebut,” kata Dubes Kristiarto.

Bagi provinsi Sulawesi Selatan sendiri, Australia memberikan peluang kerja sama yang menguntungkan. Beberapa di antaranya di bidang ekonomi. Salah satu peluang ekonomi yang bisa ditawarkan oleh Sulsel ke negeri Kanguru itu adalah promosi produk lokal Sulawesi Selatan, khususnya kopi Toraja.

“Kopi dari Sulawesi Selatan ini, kopi Toraja, terkenal sekali. Pangsa pasar kopi di Australia ini besar sekali. Australia itu negara ke-16 terbesar sebagai importir kopi. Ini harus mampu kita isi,“ ungkap Kristiarto.

Ia menambahkan, di mata Australia, Makassar itu memiliki arti yang penting. Potensi dan posisinya sangat strategis di kawasan Indonesia bagian timur.

“Kalau Makassar tidak penting, Australia tidak akan repot-repot buang biaya untuk buka kantor di sini. Nah, ini kalau kita tidak respons dengan sesuatu tindakan yang bisa memberikan kemanfaatan bagi masyarakat di provinsi Sulawesi Selatan sangat disayangkan,“ katanya.

Di bidang pendidikan, Kristiarto Legowo merasa amat senang mendengar kerja sama Unhas dengan berbagai universitas di Australia. Kerja sama itu tentu akan mempererat hubungan kerja sama Indonesia dan Australia.

Selain itu, kata Kristiarto, masyarakat Sulsel memiliki peluang untuk bekerja di Australia melalui skema working holiday visa yang jumlahnya akan ditingkatkan secara bertahap ke angka lima ribuan per tahun.

Di akhir paparannya, Dubes Indonesia untuk Australia tersebut menjelaskan strategi mengikuti seleksi rekrutmen di Kementerian Luar Negeri. Dia memberikan sejumlah tips kepada mahasiswa yang tertarik bekerja di Kemlu.

Kehadiran Dubes RI tersebut didampingi oleh Atase Pendidikan KBRI Australia, Imran Hanafi, yang juga merupakan dosen Ilmu Hubungan Internasional Unhas.

Dekan FISIP Unhas, Prof. Dr. Armin Arsyad, M.Si, Konsulat Jenderal Australia di Makassar, Richard Mathews, perwakilan DPRD Sulsel, Yusran Paris, serta para dosen dan mahasiswa Unhas juga turut hadir dalam kuliah umum tersebut.

Prof Armin Arsyad mengatakan, kuliah tamu ini merupakan salah satu rangkaian acara Dies Natalis FISIP Unhas yang ke-58, yang acara resminya akan dilaksanakan pada 1 Februari 2019.

Dalam sambutan pengantarnya, Prof. Armin memaparkan, kuliah tamu tersebut akan memberikan manfaat yang besar bagi sivitas akademika, antara lain memberikan wawasan dan pencerahan pada peserta yang hadir, khususnya mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional.

“Momentum ini juga memberikan peluang kerja sama antara Kedubes Indonesia di Australia dengan FISIP Unhas dalam bentuk magang, kegiatan KKN Internasional, penelitian internasional, serta kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi di Australia,” kata Prof. Armin.

Rektor Unhas Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA mengucapkan selamat datang bagi Dubes Kristiarto, serta menyampaikan apresiasi atas kehadirannya di Unhas untuk membawakan kuliah umum kepada sivitas akademik Unhas.

“Saya kira memperkuat hubungan diplomatik Indonesia dan Australia ranahnya bisa berbagai sektor, perdagangan, politik, dan ekonomi. Tapi yang paling mempererat saya kira di sektor pendidikan. Kita bisa melakukan jalur soft diplomasi yang lebih, tanpa batas, sekat, diplomatik, dan kepentingan lain,“ kata Prof Dwia dalam sambutan ringkasnya.