Perjalanan Merekam Duka, Begini Cerita AQL Peduli Susuri Daerah Longsor Terisolir di Gowa
GOWA, GOSULSEL.COM — Hampir sepekan evakuasi terus dilakukan. Sejauh itu pula tim ArRahman Qur’anic Learning (AQL) Peduli terus berjuang menembus daerah longsor yang terisolir, Minggu (27/1/2019).
Dengan logistik di pundak, relawan AQL Peduli tiba di Mangempang kota, tepat azan isya dikumandangkan. “Lelah karena lillah, amal shaleh insya Allah,” ucap salah seorang relawan saat melewati longsor di tengah perjalanan.
Berdasarkan fakta, data, dan pengalaman, Mangempang adalah daerah terparah dan terisolir. Sejak perbatasan Desa Pattiro dan Desa Mangempang, perjalanan telah disuguhi oleh tugu perbatasan penuh lumpur akibat longsor.
“Daerah Mangempang adalah yang terparah. Di daerah ini ada 13 titik longsor yang sangat parah. Lain lagi dengan longsor berskala kecil,” ucap Muhammad Basyir, seorang Polisi yang telah bertugas selama 3 tahun di daerah tersebut.
“Yang membuat sulit tim evakuasi melakukan perbaikan jalan karena material longsornya batu-batu besar, bercampur lumpur yang membuat kita harus extra hati-hati kalau mau lewat,” lanjutnya.
Ucapan Basyir tersebut benar adanya. Terbukti, seorang relawan harus rela kehilangan alas kaki miliknya sebab ia tenggelam hingga paha di tengah lumpur longsor.
Namun fakta yang menarik adalah situasi di wilayah tersebut. “Kayak kota mati ini, sudah tidak ada penduduk terlihat,” ucap Adi, salah seorang relawan.
“Padahal longsor paling parah, bukan banjir. Kenapa tidak terekspos?” Pertanyaan ini terucap dari Ketua AQL Peduli, Ustaz Firman. Sebuah tanya yang muncul bukan tanpa sebab. Penuh waktu habis di perjalanan dengan logistik di pundak, dan disuguhi pemandangan yang memprihatinkan.
Sepanjang perjalanan rumah-rumah tak berpenghuni menjadi pemandangan. Sepanjang perjalanan longsor saling berdekatan. Dari Desa Pattiro, Mangempang, hingga Sapaya, ratusan hingga ribuan pengungsi masih terisolir.
Akibatnya, tawa bocah kecil jadi sumbang, Abdurrahman, bertemu dengannya saat tim AQL Peduli akan melanjutkan perjalanan ke Sapaya. Bening matanya jadi gamang langit lengang membayang bencana longsor kembali datang. “Rumahku di dekat longsor kak, takut lagi tinggal di situ,” ucapnya.
Ratusan rumah terlewati, hanya satu dua rumah yang terlihat berpenghuni. “Semua orang mengungsi, ada di masjid ada juga di sekolah. Karena trauma ada longsor susulan,” ucap Daeng Malli, tokoh masyarakat Mangempang.
Benar, saat tim tiba di salah satu masjid yang menampung sekitar 400 jiwa pengungsi, ada rasa pilu yang menyerang tiba-tiba. Puluhan anak-anak tidur dengan alas seadanya, ibu-ibu, yang paling menyayat hati adalah korban lanjut usia.
Banyak di antara mereka yang hanya menggunakan sajadah sebagai bantal, dan sarung seadanya untuk melindungi dirinya dari dinginnya pegunungan.
Hingga hari ini jumlah korban jiwa dalam peristiwa longsor di Gowa berjumlah 46 korban. Ribuan pengungsi dan puluhan dari mereka telah kehilangan rumah.
Ustaz Firman mengatakan bahwa AQL Peduli dalam waktu dekat, akan membangun Hunian Tetap (Huntap) bagi para korban yang kehilangan rumah. Sesama muslim pasti tak rela melihat saudaranya menderita.
“Sebagai rencana jangka panjang, AQL Peduli akan membangun Huntap di dua titik; di Mangempang, Kec. Bungayya dan Pattiro, Kec. Pattallikang,” ujarnya.
Tentu, fakta ini bukan sebagai bacaan semata. Namun seperti pesan Ustaz Bachtiar Nasir, Pimpinan AQL, “Jadikan persaudaraan atas nama Islam sebagai asas persatuan.”
Jangan bermimpi untuk bersatu jika menolong saudara muslim yang tertimpa bencana masih enggan. Salah satu bentuk kepeduliannya, sebagai muslim, menyisihkan harta untuk para korban.(*)