Umumkan Caleg Eks Napi Korupsi, Pengamat Sebut KPU Turunkan Kualitas Demokrasi

Kamis, 31 Januari 2019 | 18:24 Wita - Editor: Irwan AR - Reporter: Muhammad Fardi - GoSulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) mengumumkan calon anggota legislatif (Caleg) mantan terpidana korupsi. Sebanyak 49 calon legislatif yang berhasil diidentifikasi KPU RI, sebanyak 24 Caleg DPRD Kabupaten/Kota, 16 DPRD Provinsi dan sembilan calon anggota DPD RI.

Khusus Caleg DPRD tersebar di 12 partai. Golkar terbanyak dengan total delapan Caleg eks terpidana korupsi, kemudian disusul masing-masing, Gerindra enam calon, Hanura lima calon, Berkarya, Demokrat dan PAN masing-masing empat calon. Selanjutnya, PKPI, Perindo dan Partai Garuda dua calon dan terendah PDI Perjuangan, PKS dan PBB masing-masing satu calon.

Kebijakan KPU RI mengumumkan Caleg eks terpidana korupsi menuai tanggapan pro dan kontra. Pasalnya, sebelumnya KPU menyepakati eks terpidana korupsi bisa lolos sebagai Caleg setelah melalui polemik yang panjang.

Tidak hanya itu saja, pengumuman ini juga dilakukan menyusul isu panas pasca debat perdana pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Dimana salah satu materi perdebatan petanana Joko Widodo – KH. Ma’ruf Amin menyerang Gerindra yang termasuk salah satu partai terbanyak mengusung Caleg eks terpidana korupsi. Bahkan, pasca debat perdana, perdebatan tersebut masih berlanjut.

Pengamat politik dari Universitas Bosowa Makassar, Arief Wicaksono menilai, bahwa keputusan itu menunjukkan minimnya integritas penyelenggara Pemilu. Dia bahkan menilai bahwa keputusan ini bisa saja menurunkan derajat kualitas demokrasi.

“Ya, kalau itu benar, maka sekali lagi hal itu menunjukkan betapa minimnya integritas penyelenggara pemilu kita. Alih-alih melaksanakan undang-undang kepemiluan, KPU malah terkesan bermain-main dengan wacana yang justru tidak hanya semakin merendahkan kinerja KPU, namun sekaligus menurunkan derajat kualitas demokrasi kita secara umum,” kata Arief, Kamis (31/1/2019).

Meski demikian, dia enggan melayangkan tuduhan saat ditanya kemungkinan adanya kaitan antara serangan kubu Jokowi-Ma’ruf ke Gerindra. Hanya saja, dia menilai kecenderungan itu pasti akan nampak ke publik.

“Kita tidak boleh menuduh ya, tapi kecenderungan itu kan nampak dihadapan publik, jadi ya bisa saja nanti publik otomatis akan mengkaitkannya dengan petahana,” tegasnya.(*)


BACA JUGA