Ketika Demokrasi Hanya Sebatas Kedok
MAROS, GOSULSEL.COM — Implementasi demokrasi di berbagai negara memberikan pelajaran bagi kita, bahwa itu hanya kedok. Mereka mengusung demokrasi selama merasa “masih bisa menang “, tapi ketika forum demokrasi membuat mereka kalah, maka yang diatraksikan adalah “cara kasar” dan persetan dengan demokrasi.
Siklus kepentingan mengantarkan negara Amerika Serikat yang tampak menggaungkan demokratisasi, justru selalu menggunakan Hak Veto di PBB untuk memaksakan kehendaknya dan mengabaikan produk forum demokrasi dunia di PBB.
Mesir, setelah Ikhwanul Muslimin memenangkan seluruh mekanisme demokrasi dan menguasai parlemen dan pemerintahan, pada akhirnya tetap dihabisi dengan kudeta militer yang tidak demokratis.
Aparat bersenjata seperti polisi dan tentara, bekerja tidak dengan mekanisme demokrasi, tetapi dengan sistem komando. Siapa yang memegang komando aparat bersenjata itu, maka dialah sebenarnya yang lebih berkuasa, bahkan lebih berkuasa dari demokrasi itu sendiri.
Oleh karena itu, netralitas dan independensi aparat sangat penting dalam sebuah pesta demokrasi, sebab aparat merupakan sinergitas pengawal keputusan demokrasi rakyat, bukan alat penguasa.
Jika aparat hukum tidak netral dan independen, maka tak ada gunanya pesta demokrasi, dalam istilah lain “demokrasi kebablasan”.
Dalam sebuah pertandingan, pemain terkadang mau saja berlaku curang untuk memaksa menang, tapi bila seorang pemain berani bermain curang, bahkan secara terang-terangan? Mengemuka ketika dia yakin wasit berpihak kepadanya.
Mari bersama, bermain dengan sportif, mengawal nasib bangsa ini.(*)
Penulis: Amal Hasan, penggiat literasi