Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyelenggarakan sosialisasi Implementasi Sub Penyalur BBM, di Same Resort Tanjung Bira, Jumat (29/3/2019)
#

Wabup Hadiri Sosialisasi BPH Migas di Bulukumba

Jumat, 29 Maret 2019 | 20:46 Wita - Editor: Andi Nita Purnama - Reporter: Muhammad Fardi - GoSulsel.com

BULUKUMBA, GOSULSEL.COM — Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyelenggarakan sosialisasi Implementasi Sub Penyalur BBM sebagai upaya penyediaan dan pendistribusian BBM di seluruh wilayah Indonesia. Sosialisasi yang dilaksanakan di Same Resort Tanjung Bira ini menghadirkan narasumber dari Komite BPH Migas, Henry Achmad dan Wakil Bupati Tomy Satria Yulianto, Jumat (29/3/2019).

Selain warga Bulukumba, peserta sosialisasi juga menghadirkan perwakilan masyarakat dan pemerintah dari Kabupaten Jeneponto, Bantaeng dan Selayar. Diketahui, fungsi BPH Migas adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa, dalam suatu pengaturan agar ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak yang ditetapkan pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah Indonesia.

pt-vale-indonesia

Henry Achmad menyebutkan sosialisasi dilakukan untuk menjamin penyediaan dan pendistribusian BBM melalui mekanisme Sub Penyalur BBM sebagaimana diatur Peraturan BPH Migas Nomor 06 tahun 2015. Pihaknya berharap melalui sistem Sub Penyalur BBM, masyarakat atau pengusaha dapat mengajukan diri untuk menjadi Sub Penyalur BBM secara resmi di BPH Migas. Sub Penyalur ini membantu penyediaan dan pendistribusian BBM ke pelosok-pelosok.

“Saat ini jumlah total penyalur di Indonesia sebanyak 7.251 unit. Kalau dirata-ratakan dengan jumlah penduduk, maka rationya adalah 36.118 jiwa per penyalur. Dibanding dengan negara maju seperti Amerika, hanya 2.643 per penyalur,” papar Henry.

Olehnya itu, pemerintah terus mendorong agar Sub Penyalur BBM semakin bertambah untuk menjamin ketersediaan BBM. Pertamini yang marak dibuat oleh warga saat ini, kata Henry adalah usaha yang ilegal menurut peraturan yang berlaku.

“Usaha pertamini itu ilegal. Namun kalau pemerintah juga langsung melarang atau menutupnya maka itu juga akan menimbulkan masalah baru. Makanya kita mendorong masyarakat, baik perseorangan maupun badan usaha untuk menjadi Sub Penyalur secara resmi,” ungkapnya.

Kehadiran Sub Penyalur, tambah Henry akan mendorong satu harga BBM di seluruh wilayah Indonesia. Modal untuk menjadi penyalur cukup menyiapkan dana 45-200 juta di luar modal tanah/lokasi. Bentuk usaha bisa perseorangan atau dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Meski demikian, jarak antara Sub Penyalur terdekat minimal 10 kilometer.

Wabup Tomy Satria Yulianto mengapresiasi kehadiran BPH Migas untuk mensosialisasikan sistem Sub Penyalur BBM ini. Dirinya berharap dengan sosialisasi tersebut masyarakat bisa memahami konteks persoalan pengelolaan BBM yang selama ini terjadi, termasuk menjamurnya pendirian pertamini-pertamini. Lebih lanjut, Tomy mengatakan tawaran untuk menjadi Sub Penyalur akan membuat masyarakat lebih nyaman untuk berusaha karena usaha tersebut legal atau sudah diakui.

Menurutnya sistem Sub Penyalur juga menjadi solusi untuk mengurangi antrian panjang di SPBU besar. “Tadi waktu ke sini saya melewati dua SPBU, saya melihat terjadi antrian di SPBU tersebut. Bisa jadi SPBU juga masih melayani pengecer,” ungkapnya.(*)


BACA JUGA