Sejumlah wartawan dari berbagai media di Maros, Sulawesi Selatan, menggelar aksi damai memperingati hari kebebasan pers sedunia atau World Press Freedom Day (WPFD), Jumat (3/5/2019)
#

Peringati WPFD, Jurnalis Maros Gelar Aksi Demonstrasi

Jumat, 03 Mei 2019 | 19:55 Wita - Editor: Andi Nita Purnama - Reporter: Muhammad Yusuf - GoSulsel.com

MAROS, GOSULSEL.COM – Sejumlah wartawan dari berbagai media di Maros, Sulawesi Selatan, menggelar aksi damai memperingati hari kebebasan pers sedunia atau World Press Freedom Day (WPFD). Dalam aksi ini, mereka meminta negara serius menindak pelaku kekerasan pada jurnali yang terus terulang.

Dalam aksi itu, jurnalis yang mengatas namakan diri Maros Journalist Solidarity itu, mengajak puluhan petugas kepolisian yang melakukan pengawalan untuk saling bergandengan tangan sebagai wujud untuk menjaga kedamaian dan menolak segala bentuk kekerasan pada wartawan.

Selain berorasi, para jurnalis ini juga membentangkan pamflet bertuliskan kecaman atas kekerasan pada wartawan yang terjadi di seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Mereka juga menyanyikan lagu gugur bagi jurnalis yang gugur saat menjalankan tugas.

“Hari ini kita peringati hari kebebasan pers sedunia, untuk mengingatkan kepada siapapun, betapa pentingnya peran media bagi peradaban dunia. Setiap saat kita masih mendapatkan kekerasan, intimidasi, bahkan terbunuh saat menjalankan tugas. Inilah yang kita kutuk,” kata koordinator aksi, Bahar Arifin, Jumat (3/5/2019).

Dalam kurun lima tahun terakhir, sedikitnya 295 kasus kekerasan terhadap jurnalis terjadi di Indoensia. Semantara, di tahun 2018, sebanyak 113 jurnalis gugur saat melakukan peliputan. Menurut mereka, data ini sungguh sangat ironis ditengah demokrasi dan peradaban modern dunia. Apa lagi, Indonesia yang menempatkan media sebagai pilar keempat demokrasi.

“Ditengah era keterbukaan seperti ini, kekerasan pada jurnnalis masih terus terjadi. Terbaru, kasus kekerasan jurnalis yang sedang bertugas terjadi di Bandung saat peringatan Mayday. Olehnya kami meminta ke aparat untuk serius mengungkap itu semua,” lanjutnya.

Lebih lanjut, ia menyebut kekerasan pada wartawan di Indonesia sudah dalam kategori darurat. Hal ini terbukti pada indeks kebebasan pers di negara yang menganut sistem demokrasi, di mana Indonesia menempati urutan 124 dari 180 negara versi Reproters Without Borders. Posisi ini malah jauh dari Timor Leste yang berada di peringkat 93.

“Indeks kebebasan pers yang dirilis oleh Reporters Without Borders, kita ini ditempatkan di posisi 124 dari 180 negara. Bahkan kita ini jauh di bawah Timor Leste yang berada di peringkat 93. Ini menegaskan kalau Indonesia dalam kondisi darurat,” pungkasnya.(*)