#Sinjai
Tersentuh Kisahnya, Pengurus Pusat Generasi Muda FKPPI Harap Kopral Joni di Sinjai Dapat Reward
SINJAI, GOSULSEL.COM — Pengurus Pusat Generasi Muda Forum Komunikasi Putra-putri Purnawirawan dan Putra-putri TNI-Polri (FKPPI) ikut tersentuh dengan kisah heroik yang dilakukan oleh salah satu prajurit TNI di Kabupaten Sinjai.
Hal ini dikarenakan melihat perjuangannya dalam memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak pedesaan yang tinggal di pelosok Desa.
“Saya sangat mengapresiasi Kopral Joni menjalankan amanah konstitusi, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, ini merupakan tugas mulia yang jarang dilakukan,” kata Muallim Tampa.
Olehnya itu menurut Muallim, Kopral. Joni seharusnya bisa mendapatkan reward dari Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Di Kabupaten Sinjai, Seorang Bintara Pembina Desa (BABINSA) mengabdikan diri menjadi guru sukarela di Dusun terpencil di Kabupaten Sinjai.
Kopral Dua Joni, Babinsa Koramil 1424-05 Sinjai Selatan sudah 2 tahun mengajar murid di sebuah sekolah gubuk berlantai tanah.
Informasi yang berhasil didapat media ini, setiap pagi, Joni melintasi jalan tanah yang belum diaspal dengan jalur sempit menurun dan menanjak yang dipenuhi batu kerikil menggunakan motor dinasnya.
Joni mengabdi sebagai guru di kelas jauh SD 45 Lempangang, yang berlokasi di Kampung Boja, Desa Puncak, Sinjai Selatan yang berjarak sekitar 45 km dari ibukota Kabupaten Sinjai.
Menurut pengakuan Joni, dirinya mengetahui keberadaan sekolah ini saat mulai bertugas sebagai Babinsa di Sinjai Selatan.
Ia mengaku prihatin melihat kondisi anak kampung yang belajar di sekolah gubuk berlantai tanah yang tak kunjung diperbaiki pemerintah.
Tentara kelahiran Ambon 17 Mei 1983 ini memilih menjadi guru dan memiliki cara sendiri untuk meningkatkan minat belajar anak-anak.
Yakni memberikan hadiah buku tulis dan pulpen kepada murid yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar, serta kepada murid yang menghafal Pancasila atau lagu Indonesia Raya.
“Untuk aktivitas saya hari-hari saya di sini itu tergantung kegiatan apabila tidak ada kegiatan saya di kantor, saya luangkan waktu ke sini, seminggu rata-rata empat kali,” Katanya.
Sebelum Joni datang, satu-satunya tenaga pendidik di kelas Jauh SD 45 Lempangan Boja adalah Abdul Wahid, keterbatasan guru dan gedung belajar yang tidak memadai 6 kelas di sekolah ini pun terpaksa digabung dalam satu ruangan.
Abdul Wahid mengaku sering mengajak sejumlah sarjana pendidikan untuk membantunya mengabdi di sekolah ini namun semuanya menolak dengan alasan lokasi sekolah yang jauh dan medan jalan yang sulit dilalui.
“Selalu saya mencari, tidak ada yang mau membantu saya, tidak ada yang mampu, tapi alhamdulillah, sekarang dibantu oleh pak Babinsa untuk mengajar di kampung boja ini,” ucapnya.
Kelas jauh SD 45 Lempangan merupakan satu-satunya sekolah di kampung Boja yang dibangun warga setempat secara Swadaya pada tahun 2005 silam dan hanya memiliki 2 papan tulis yang digunakan dalam proses belajar.
Bahkan warga setempat mengaku ingin anak-anak mereka bersekolah yang sebelumnya tidak dapat mengenyam pendidikan dasar karena SD terdekat jaraknya 7 KM dengan medan jalan yang cukup ekstrem dan murid-murid ini merupakan anak warga setempat yang umumnya bekerja sebagai petani kebun.
“Saya mau lihat ada sekolah di daerah Boja, karena saya mau lihat anak-anak kami juga pandai membaca menulis atau mengaji, cuma ini satu-satunya sekolah di sini pak daerah boja,” Kata Nurdin, salah satu orang tua siswa.
Selain mengajar, Joni bersama warga sekitar juga mendirikan rumah baca di depan sekolah, dan pada saat jam istirahat rumah baca dijadikan tempat berkumpul murid untuk membaca koleksi buku yang diperoleh dari sumbangan pemerhati dan pegiat literasi.
“Mungkin Pemerintah bisa memperbaiki jalanan dan sekolah ini, biar anak-anak ini bisa menikmati sekolah yang baru nanti dan harapan saya agar anak-anak bisa mencapai cita-citanya,” Harap Joni.
Saat ini kelas jauh SD 45 memiliki 19 murid dan informasi yang beredar, sudah ada alumninya yang duduk di bangku kuliah.
Kampung Boja sendiri dihuni sekitar 200 jiwa penduduk, warga berharap Pemerintah membangun sekolah permanen karena menurutnya sekolah ini merupakan satu-satunya sarana pendidikan formal di Kampung Boja yang ditempati anak-anak mereka menimba pendidikan dasar dengan harapan kelak dapat menggapai masa depan yang lebih baik.(*)