Merubah Mindset Berdemokrasi, Membangun di Masa Muda
MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Namanya Al Hidayat Samsu, legislator muda Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar yang tembus ke parlemen diusia 23 tahun pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 lalu. Umur boleh muda, tapi bukan berarti miskin pengalaman dalam mengaktualisasikan buah fikir. Setidaknya itu yang tercermin dari cerita Al Hidayat saat berbincang dengan GOSULSEL.COM di Gedung DPRD Makassar, Selasa (14/1/2020).
Selasa siang, Ia baru saja mengikuti rapat. Meskipun legislator baru, Dayat sapaan akrabnya tak lantas diam. Ia nampak berapi-api menyampaikan gagasa, buah pikir memperjuangkan aspirasi rakyat di ruang rapat. Dayat layaknya antitesa, memperkuat bahwa pemuda adalah energi baru yang menawarkan masa depan.
Usai mengikuti rapat, pemuda kelahiran Kabupaten Soppeng, 18 September 1995 ini berbincang santai dengan kerabat dan seniornya di ruang loby DPRD Makassar. Beberapa staf sekretariat dan masyarakat sipil ikut bergabung di situ. Mereka membahas agenda kedewanan yang telah ditetapkan di Badan Musuawarah (Bamus) DPRD Makassar.
Duduk di kursi DPRD diusia 23 tahun tentu bukanlah perkara muda. Pertanyaan itu memulai perbincangan Dayat dengan GOSULSEL.COM. Ia tidak menampik bahwa di mata masyarakat ada stigma yang terbangun, dimana kepercayaan kepada anak-anak muda masih minim. Masih banyak orang-orang yang mempertanyakan pengalaman dan kemampuan anak muda. Tapi stigma itu tak lantas membuat Dayat urung.
“Iya. Saya liat dan rasakan, di zaman sekarang seperti sangat mustahil di usia 23 tahun menjadi anggota DPRD. Karena melihat stigma masyarakat untuk mencari pemimpin seperti apa layaknya. Tidak sedikit masyarakat mempertanyakan kemampuan dan pengalaman anak-anak muda,” kata Dayat, alumni Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Makassar (UNM) ini.
Dayat beberapa kali menemukan tantangan itu saat bersosialisasi pada Pileg 2019 lalu. Meski tidak disampaikan secara langsung, tapi pesan tersirat dan penyampaian dari tim sering ia dengar. Sejak saat itulah Dayat merubah strategi dan cara untuk meyakinkan masyarakat. Tak hanya berkampanye untuk memenangkan kursi di parlemen, tapi ia juga menjalankan strategi open mindset atau merubah cara pandang dan pola pikir masyarakat terhadap pemuda.
“Setelah turun ke lapangan saya menemukan, ternyata anak muda harus mempersiapkan dirinya jika ingin menjadi politisi. Untuk meyakinkan masyarakat siapapun perlu ilmu secara ideologis, visi dan masa serta cara mengaktualisasikan, harapan yang pasti. Inilah yang saya lakukan. Tidak hanya sekedar memberikan harapan, tapi juga langkah taktis yang masuk akal untuk merealisasikan harapan itu,” ungkapnya.
Tantangan itu yang membuat putra anggota DPR RI Samsu Niang ini memperbanyak dialog dengan masyarakat. Lewat dialog itu ia meyakinkan masyarakat dengan menawarkan harapan beserta cara merealisasikan.
Tak hanya itu, Dayat menyusun program berdasarkan kebutuhan masyarakat. Lewat program itu dia tawarkan strategi agar bisa terealisasi, serta melibatkan masyarakat dengan menawarkan kepemimpinan partisipatif dan aspiratif. Bagi politisi muda PDI Perjuangan ini, program yang ril sesuai harapan adalah salah satu cara mematikan politik uang. Alumni SMP Negeri 12 Makassar ini menyebutnya dengan istilah “One of Startegi to Kill money Politic”.
Bagi alumni SMA Negeri 1 Makassar ini, tantangan sebenarnya saat berkompetisi di panggung demokrasi dengan beberapa seniornya, adalah tingkat kepercayaan masyarakat kepada anak muda. Anak muda dinilai memiliki emosional yang masih rendah serta pengalaman yang belum matang. Namun sebelum terjung pada langgam politik, ia sudah memprediksi dan mempersiapkan berbagai cara menerobos tantangan itu.
“Negara maju saja sudah mempercayakan anak muda untuk memegang posisi startegis dalam menentukan kebijakan, karena kita negara berkembang, maka membutuhkan loncatan berpikir dan melibatkan anak muda,” ungkap alumni SD Inpres Bung ini.
Tantangan kedua adalah partai politik. Untuk menjadi politisi maka harus berani bergabung ke dalam partai politik. Bukan perkara muda, karena setiap figur harus meyakinkan partai untuk membawa kekuatan elektoral.
“Alhamdulillah di PDI Perjuangan sangat membuka peluang bagi anak muda untuk mengaktualisasikan dirinya. Tentu menawarkan program dan elektoral. Apabila kita sudah bisa itu, yakin saja dan percaya,” ungkapnya.
Mengasa Kesiapan Sebelum Memulai
Orang boleh saja menyebut Dayat sebagai legislator yang baru. Tapi bukan berarti tidak mempersiapkan diri sebelum duduk di parlemen. Ia adalah Ketua Yayasan Pendidikan Laniang sejak umur 19 tahun. Yayasan yang terletak di Bumi Tamalanrea Permai itu merupakan sekolah SMK dan SMP sederajat.
“Saat di Yayasan Pendidikan Laniang, kami memang kerap menyekolahkan anak-anak warga di sana. Memberikan peluang pekerjaan kepada guru-guru yang baru saja lulus,” kenang Dayat.
Pemuda yang hoby baca buku ini juga pernah menjadi delegasi Indonesia bersama 300 anak muda mengikuti Kongres Persatuan Bangsa-Bangsa di Bangkok. Kata Dayat, 17 program yang dirumuskan di PBB saat itu sangat berdampak untuk seluruh negara di dunai.
Apalagi seminar dan workshop. Dayat tak pernah melewatkan peluang untuk mengikutinya.
“Karena untuk menentukan kebijakan di daerah masing-masing itu akan ditentukan kebijakan-kebijakan politik. Untuk mengetahui peluang itu maka harus terlibat, ungkapnya.
“Tak ada yang tidak mungkin, ini harus menjadi motivasi anak muda. Ada yang lebih kuat daripada tentara di dunia ini. Ide anak muda yang dikemas kemudian masuk ke Parpol. Apabila sudah tiba waktunya, akan tercapai,” ujarnya.
Mencatat Sejarah di Kanca Politik Makassar
Pada Pileg 2019 lalu, Dayat memulai sesuai atura. Setelah dirinya ditetapkan dalam daftar calon tetap (DCT) Calon Legislatif (Caleg) PDI Perjuangan Daerah Pemilihan (Dapil) Makassar III meliputi Kecamatan Tamalanrea dan Biringkanayya, oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dia langsung bergerak bersosialisasi.
“Setelah keluar DCT Langsung start untuk bersosialisasi. Karena saya ini kan figur baru yang menawarkan harapan baru kepada masyarakat,” ungkap Dayat.
Pemilik suara 5.160 pada Pileg 2019 ini mencatat sejarah di kanca politik Makassar. Sejak Indonesia merdeka, PDI Perjuangan tak pernah mendapatkan kursi di Dapul Tamalanrea dan Biringkanayya. Dan pada Pileg tahun 2019, berhasil merebut langsung dua kursi. Al Hidayat dan Galmeria Kondorura adalah pemilik kursi PDI Perjuangan.
“PDI Perjuangan selama Indonesia merdeka membuat sejarah baru dalam kasta politik di makassar. Selain menjadi suara ke 4 terbanyak dari 170an lebih Caleg, baru kali ini PDI Perjuangan mendapat kursi di Dapil Tamalanrea dan Biringkanayya, dan langsung dua kursi,” demikian Dayat.(*)