Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo melakukan Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IV DPR-RI, Senin (17/2/2020)

Raker DPR, Mentan Syahrul Optimis Tingkatkan Produksi, Ekspor dan Stabilisasi Harga Pangan

Senin, 17 Februari 2020 | 23:29 Wita - Editor: Andi Nita Purnama -

JAKARTA, GOSULSEL.COM — Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo melakukan Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IV DPR-RI, Senin (17/2/2020). Dalam RDP ini, Komisi IV dan Mentan membahas evaluasi kinerja program kerja tahun sebelumnya lalu dilanjutkan dengan program kerja 2020 yang sebelumnya sempat diajukan.

Selain itu, Raker pun membahas usulan perubahan anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) Tahun 2020 untuk pangan yang lebih berdaya guna dan bermanfaat. Kementan di tahun 2020 mendapatkan alokasi APBN sebesar Rp21,05 triliun.

Isu lainnya yang dibahas keterbukaan data, upaya peningkatan produksi untuk menggenjot ekspor dan ketersediaan pangan.

Mentan Syahrul Yasin Limpo menegaskan pihaknya tengah berupaya meningkatkan produksi untuk mendongkrak ekspor produk pertanian. Target ini penting untuk memperbaiki neraca dagang yang selama ini tengah defisit.

“Kita akan upayakan koordinasi dengan para eksportir agar dapat memanfaatkan pasar ekspor alternatif. Misalnya ke India, Timur Tengah dan Rusia,” ujar SYL sapaan akrab Syahrul dalam Raker tersebut.

Selain itu, SYL menekankan peningkatan produksi juga untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri terutama pada bulan puasa dan lebaran 2020. Dari prognosa saat ini, terdapat 11 bahan pokok diperkirakan tercukupi menghadapi bulan puasa, dan peak season Idul Fitri pada bulan April dan Mei mendatang.

“Untuk bawang putih, daging sapi atau kerbau, dan gula pasir sebagian kecukupannya masih didatangkan dengan melakukan impor. Sebab memang ada bahan pokok pangan yang ketersediaannya membutuhkan bantuan impor agar aman tercukupi bagi seluruh rakyat Indonesia,” sebutnya.

Lebih lanjur SYL mengatakan upaya peningkatan pasokan atau produksi dalam negeri yakni melalui fokus pada daerah-daerah sentra produksi, misalnya cabai, bawang merah, dan kondisi hortikultural lainnya. Kementan pun mengantisipasi panen raya pada Maret dan April nanti agar hasil panennya bisa terus dijaga sampai Lebaran 2020 mendatang.

“Kementerian Pertanian melakukan berbagai langkah penting soal panen rata ini di antaranya, sinergisitas dengan penggilingan, petani, offtaker, lembaga keuangan, untuk stabilisasi harga gabah saat panen raya serta penyerapan gabah petani yang bekerja sama dengan Bulog,” ujarnya.

Untuk menjaga ketersediaan dan kebutuhan bahan pangan sampai puasa dan lebaran, sambung SYL, pihaknya mengantisipasi dari sisi lonjakan harga. Salah satunya dengan cara menggelar pasar murah mulai dari bulan Februari 2020 ini sampai bulan Mei 2020 mendatang.

“Kementerian Pertanian antisipasi untuk menjaga stabilitas harga pangan yang rentan mengalami fluktuasi, seperti cabai, bawang putih, gula, daging ayam, daging sapi, dengan melanjutkan gelar pasar murah pada bulan Februari dan bulan-bulan selanjutnya,” urainya.

Terkait saran dan rekomendasi Komisi IV terkait evaluasi kinerja Kementerian Pertanian periode 2015–2019, SYL mengaku bahwa saran dan rekomendasi Komisi IV telah ditindaklanjuti. Beberapa permintaan berupa data dan hasil evaluasi di antaranya data stok dan kebutuhan daging nasional, populasi hewan ternak, wajib tanam dan realisasi bawang putih, data KUR pertanian, serta data rekapitulasi temuan Inspektoral Jenderal

“Telah kami tindak lanjuti dan menjalankan perbaikan program Menteri Pertanian Tahun 2020,” paparnya.

Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR Sudin mendorong Kementan di bawah kepemimpinan SYL dalam menerapkan transparansi data sehingga data sesuai hasil produksi yang riil. Karena itu, Komisi IV meminta capaian produksi komoditas pertanian disampaikan menggunakan angka yang riil.

“Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo agar dapat mencermati soal transparansi data, sehingga data tersebut mencerminkan produksi komoditas pertanian yang realistis. Saya tegaskan, untuk tidak mengulangi lagi kesalahan yang pernah dilakukan pada masa periode lalu,” tegasnya.

“Komisi IV pun meminta agar alokasi anggaran 2020 dialihkan pada program yang memberi manfaat langsung pada petani, seperti pembangunan infrastruktur pertanian, serta diversifikasi pangan,” pinta politisi PDIP tersebut.

Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo sependapat dengan langkah Mentan Syahrul dalam menindak tegas tindakan alih fungsi lahan pertanian. Sebab swasembda pangan tidak akan tercapai secara maksimal jika ada pembiaran pelaku alih fungsi lahan pertanian.

“Pemerintah dalam beberapa kesempatan selalu menyampaikan bahwa luas lahan sawah setiap tahun berkurang. Sehingga kemudian digulirkan program pencetakan sawah baru yang kita ketahui bersama ada permasalahan juga,” katanya.

Ia menilai terjadinya alih fungsi lahan karena adanya unsur pembiaran yang dilakukan pemerintah daerah. Padahal lahan pertanian dilindungi Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

“Pemerintah daerah bersifat pragmatis, lebih tertarik untuk membangun perumahan, hotel, restoran dan tempat-tempat hiburan. Pertanian dianggap tidak profitable atau tidak cukup mampu mendongkrak PAD. Kalau ini dibiarkan maka cepat atau lambat lahan pertanian akan habis,” ungkapnya.

Lebih lanjut, politisi senior Partai Golkar ini memberikan acungan jempol terhadap gebrakan Mentan Syahrul dalam membangun digitalisasi pertanian untuk transpransi dan akurasi data melalui pembangunan Agriculture War Room (AWR). Menurutnya, AWR sebagai pusat data dan kendali pertanian masa depan, sehingga bisa menjawab berbagai tantangan dan persoalan yang ada di lapangan.

“Saya kira keberadaan AWR sangat bagus sekali dalam memahami persoalan pertanian ke depan, terutama untuk menampung berbagai aspirasi petani melalui teknologi yang ada. Aspirasi yang ada kemudian bisa dijadikan bahan diskusi sebelum pengambilan kebijakan,” terang Firman.

Oleh karena itu, Firman menegaskan pada dasarnya DPR mendukung penyatuan data yang dilakukan Kementan. Namun demikian, penyatuan itu harus dilakukan secara konsisten dengan tidak membuat data fiktif atau data yang digunakan untuk kepentingan tertentu.

“Kalau kita bicara pertanian dan produk pertanian, terutama ekspor dan impor tentu harus menggunakan data yang real dan tidak menggunakan yang amburadul. Tentu kalau arahnya ke sana dan data yang ada itu bisa dipertanggungjawabkan kami (DPR, red) akan dukung sepenuhnya,” tegasnya.(*)

pt-vale-indonesia


BACA JUGA