Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar aksi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel, Senin (09/03/2020)/FOTO/AGUNG EKA/GOSULSEL.COM

Peringati IWD, FPR Sulsel Tuntut Hentikan Diskriminasi Wanita dan Tolak Omnibus Law

Senin, 09 Maret 2020 | 18:46 Wita - Editor: Dilla Bahar - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Dalam memperingati International Women’s Day (IWD) 2020, puluhan mahasiswa Makassar yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar aksi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel, Senin (09/03/2020).

Dalam aksinya, mereka menuntut penghentian diskriminasi terhadap wanita dan menolak disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law. Hal ini dikatakan oleh Koordinator Aksi, Sri Julanti.

pt-vale-indonesia

“Jadi hari ini kami dari FPR. Membawa beberapa isu turunan dan grand issunya itu menginginkan jaminan keamanan didalam kampus dalam hal pelecehan dan sebagainya dan berharap dicabutnya RUU ombnius sebagai akar permasalahan dari lahirnya bentuk penindasan sampai hari ini,” katanya.

Tuntutan mengenai pencabutan RUU Cipta Kerja ini bukan tanpa alasan. Lebih lanjut, kata Sri, dalam aturannya terdapat pasal yang meniadakan cuti khusus bagi wanita pekerja.

“Jadi dalam muatan omnibus law terutama pada pasal 25, ada beberapa muatan terutama bentuk diskriminasi perempuan seperti penghilangan cuti haid, hamil dan melahirkan, meeka tidak diberikan upah yang selayaknya,” ujar mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) ini.

Selama ini, kasus diskriminasi terhadap perempuan, menurutnya, telah banyak terjadi di beberapa kampus Makassar. Hanya saja, tak banyak korban yang mau menceritakan keluhannya ini. Aksi ini pun dilakukan atas dasar keresahan dari para korban.

“Selama ini saya bersama kawan dari kampus yang selalu ikut menyuarakan suara perempuan. Memang selalu terjadi pelecahan tapi selama ini gerakan yang kita lakukan karena memang ada perempuan yang sadar kalau dilecehkan, dan ada yang juga memilih diam karena takut di intervensi pihak kampus,” tambahnya. (*)